Liputan6.com, Jakarta - General Electric (GE), perusahaan energi asal Amerika Serikat (AS) diketahui berencana mengakuisisi Alstom SA, perusahaan pembangkit listrik dan transportasi asal Prancis.
Hal ini disebut sebagai upaya memenangkan persaingan bisnis antar perusahaan pemasok teknologi pembangkit listrik di Eropa.
Pengamat masalah ekonomi dan hubungan internasional Andreas Hugo Pareira menilai hal ini juga merupakan strategi Amerika Serikat memenangkan tender atas proyek-proyek infrastruktur, khususnya pembangkit listrik di sejumlah negara, seperti Indonesia.
Advertisement
GE dan Alstom diketahui tengah bersaing dalam sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Indonesia. Andreas pun mensinyalir, alasan GE mengakuisisi Alstom lebih bersifat politis ketimbang alasan strategi bisnis.
“Persaingan bisnis antar perusahaan multinasional adalah wajar. Tapi, kalau persaingan itu diikuti upaya mendiskreditkan perusahaan lain, ini yang tidak wajar. Saya mensinyalir, ada indikasi upaya GE di Indonesia mendiskreditkan Alstom pada proyek pembangunan PLTU Tarahan di Lampung,” kata dia, Kamis (26/6/2014).
Andreas Pareira juga tidak membantah kalau selama ini ada indikasi GE berupaya mendiskreditkan Alstom dengan dalih perusahaan Alstom melakukan pelanggaran hukum seperti penyuapan atau Foreign Corrupt Practices Act (FCPA) terhadap proyek di sejumlah negara, seperti Nigeria, Latvia, Malaysia, dan Indonesia.
Di Indonesia sendiri, terjadi pada proyek pembangunan pembangunan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tarahan, Lampung.
“Kasusnya lucu. Sidang dilaksanakan hingga jatuh vonis, tapi tanpa menghadirkan Pirozz Muhamad Saravi sebagai saksi utama,” ujarnya.
Perusahaan kemudian menulis surat kepada Kedubes AS agar meninjau kembali kasusnya dengan menghadirkan saksi utama, akan tetapi pihak Kedubes AS tidak memberi jawaban.
Menurut Andreas, pihak Alstom yang merasa telah didiskreditkan dalam kaitan kepentingan bisnis mestinya membantu menyelesaikan persoalan ini dengan mempertanyakan saksi utama, namun tidak dilakukan.
“Ini pun ada indikasi terjadi desakan-desakan dan lobi-lobi dengan menggunakan aparat penegak hukum di Indonesia untuk tidak menghadirkan saksi dalam persidangan kasus tipikor PLTU Tarahan,” kata dia.
Seperti diberitakan, dalam upaya memuluskan rencana akuisisi, pihak GE mengajukan penawaran senilai US$ 13 miliar untuk pembelian aset energi Alstom.
Bahkan, baru-baru ini Chief Executive GE Jeff Immelt telah memperbarui penawaran dengan cara memberikan Perancis lebih banyak wewenang, namun mendatangkan lebih sedikit pemasukan bagi Alstom.
Di bawah penawaran baru tersebut, seperti dirilis dari Monexnews, GE akan membuat tiga usaha patungan baru bersama Altom yang mencakup bisnis jaringan listrik, bisnis pembangkit listrik tenaga angin dan tenaga air, serta bisnis turbin nuklir.
Finalisasi akuisisi hingga sekarang masih berproses, meski sebelumnya pejabat pemerintah Perancis bersikukuh menolak rencana penjualan Alstom kepada GE.
Menteri Ekonomi Perancis Arnaud Montebour menyarankan agar Alstom menerima tawaran akuisisi dari perusahaan Siemen AG asal Jerman, yang merupakan rival GE dalam memburu asset Alstom.
Kesepakatan antara Alstom dan GE, dinilai Montebourg kurang tepat karena dapat mengakibatkan pemisahan bisnis transportasi Alstom yang memproduksi kereta api super cepat.
Di sisi lain, upaya Siemens mengakuisisi Alstom didukung oleh pejabat Pemerintah Prancis. Selain membayar tunai, Siemens mengusulkan penukaran aset yang akan menjadikan Alstom sebagai pemain transportasi kereta api lebih besar di kawasan Eropa, sekaligus meningkatkan bisnis turbin dan peralatan listrik.
Seperti Alstom, Siemens merupakan produsen kereta api super cepat hingga turbin pembangkit listrik. Bahkan Siemens siap mengalahkan penawaran GE untuk membeli Alstom, senilai US$ 13 miliar.
Demi meyakinkan calon mitranya, korporasi asal Jerman ini menjamin lapangan pekerjaan dan posisi manajemen. Menurut Montebourg, penawaran Siemens bakal menciptakan dua perusahaan pemenang di Eropa dan dunia. (Nrm/)