Ini Alasan Pengusaha Jarang Gelar Midnight Sale

Program Midgnight Sale biasanya mampu menyedot perhatian masyarakat luas untuk memperoleh barang dengan harga lebih murah

oleh Siska Amelie F Deil diperbarui 19 Jul 2014, 19:30 WIB
Diterbitkan 19 Jul 2014, 19:30 WIB
Belanja
(Foto: Wordpress)

Liputan6.com, Jakarta- Program Midgnight Sale biasanya mampu menyedot perhatian masyarakat luas yang sengaja datang ke mal untuk memperoleh barang dengan harga lebih murah.

Meski demikian, Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) DKI Jakarta Ellen Hidayat menilai, program Midnight Sale yang digelar terlalu sering justru mampu mengurangi animo masyarakat untuk berbelanja.

"Acara Midnight Sale itu maksimal tiga kali dalam setahun, yaitu pada Januari, pertengahan tahun dan Desember. Kalau terlalu sering juga nggak bagus, kurang greget jadinya di mata masyarakat," tutur Ellen saat berbincang dengan Liputan6.com, Sabtu (19/7/2014).

Lagipula, dia menjelaskan, menggelar program Midnight Sale bukan perkara mudah. Selain membutuhkan kekompakan dari para tenant di sejumlah mal, para pemilik tenant juga harus memperhatikan kesanggupan para pegawai dalam bekerja lembur.

"Sejumlah tenan harus menyanggupi ikut, lalu jam kerja pegawai juga ditambah, misal biasanya bekerja sampai jam 10 sekarang jadi jam 12. Tapi kan itu juga tidak langsung pulang, harus beres-beres dulu," pungkasnya.

Pengadaan Midnight Sale yang terlalu sering hingga setiap bulan juga dinilai tidak akan efektif menarik perhatian masyarakat. Itu juga dapat menurunkan minat dan antusias masyarakat dalam berbelanja.

Pengaruh suasana politik menjelang pengumuman presiden terpilih yang tinggal tiga hari lagi juga cukup menurunkan minat pelaku usaha untuk menggelar Midnight Sale.

Terlebih lagi, para pelaku usaha juga dituntut untuk menjaga kesehatan para pegawai agar tidak terlalu letih saat bekerja di bulan puasa. (Sis/Nrm)

 

 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya