Investasi Infrastruktur RI Masih Kalah dari China

Kerusakan jembatan comal membuat biaya logistik naik hingga 17,5 persen sehingga pemeliharaan infrastruktur jadi sangat penting.

oleh Nurmayanti diperbarui 29 Jul 2014, 21:15 WIB
Diterbitkan 29 Jul 2014, 21:15 WIB
Arus Mudik Lebaran 2014
Peristiwa amblasnya Jembatan Comal tersebut hendaknya mendorong pemerintah untuk mengevaluasi pengembangan sistem transportasi nasional.

Liputan6.com, Jakarta - Manajemen Supply Chain Indonesia menilai, kerusakan jembatan Comal, Jawa Tengah mendongkrak peningkatan biaya pengangkutan antara 10 persen-25 persen. Angka itu setara dengan peningkatan biaya logistik sebesar tujuh persen hingga 17,5 persen.

Chairman Supply Chain Indonesia, Setijadi mengatakan, kerusakan jembatan Comal ini membuat kerugian cukup besar. Hal itu karena sekitar 80 persen pengiriman barang di jalur Pantura menggunakan moda transportasi yang melewati jembatan itu.

Ia menambahkan, kerusakan jembatan Comal diduga sebagai akibat kerusakan struktur bagian bawah jembatan akibat tergerus banjir pada Februari 2014.

"Pemerintah perlu mengambil langkah antisipasi untuk mengurangi potensi terulangnya kejadian, baik di jembatan Comal maupun lokasi lainnya, terutama dengan peningkatan pengawasan dan pemeliharaan infrastruktur transportasi," ujar Setijadi, dalam keterangan yang diterbitkan, Selasa (29/7/2014).

Oleh karena itu, Setijadi menilai, pemeliharaan infrastruktur di Indonesia menjadi semakin penting mengingat alokasi anggaran yang terbatas. Investasi infrastruktur di Indonesia hanya sekitar 5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sebagai perbandingan, investasi infrastruktur di India sekitar 7,5 persen PDB dan di China sekitar 10 persen dari PDB.

Menurut Setijadi, langkah utama yang harus dilakukan dalam pemeliharaan infrastruktur jalan adalah penegakan peraturan batas muatan yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 14 tahun 2007 tentang Kendaraan Peti Kemas di jalan.

"Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Perhubungan telah sepakat memberlakukan pembatasan kelebihan beban kendaraan hingga mencapai 0 persen mulai awal 2009. Namun demikian, hingga kini penegakan peraturan itu masih lemah," kata Setijadi.

Pelanggaran batas muatan berdampak terhadap kerusakan jalan dan jembatan karena kedua infrastruktur itu seringkali harus menahan beban melebihi kapasitas. Kerusakan terjadi sebelum umur teknisnya, sehingga anggaran banyak dihabiskan untuk perbaikan, bukan untuk pembangunan dan pengembangan infrastruktur.

"Tanpa penegakan hukum, banyak perusahaan transportasi yang dengan sadar melakukan pelanggaran batas muatan. Selain itu, pembiaran akan mengakibatkan persaingan tidak sehat karena perusahaan transportasi yang melakukan overload bisa menawarkan harga lebih rendah," tutur Setijadi. (Nrm/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya