Bangun Poros Maritim, Jokowi Harus Benahi Industri Galangan Kapal

Industri galangan kapal dalam negeri yang menjadi penopang visi poros maritim masih kalah saing dengan industri galangan kapal asing.

oleh Septian Deny diperbarui 31 Agu 2014, 19:22 WIB
Diterbitkan 31 Agu 2014, 19:22 WIB
Galangan Kapal
(Foto: Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden terpilih Joko Widodo mempunyai visi untuk membangun poros maritim dunia di wilayah perairan Indonesia. Namun visi tersebut dinilai sulit tercapai dalam waktu dekat. Pasalnya hingga saat ini, industri galangan kapal dalam negeri yang menjadi penopang visi masih kalah saing dengan industri galangan kapal asing.

"Pada saat mau membangun poros maritim maka yang disiapkan kapalnya. Itu menjadi tugas kami. Tetapi kita tak punya modal dan regulasinya, itu yang masih perlu dibenahi cukup banyak," ujar Penasihat Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Lepas Pantai Indonesia (Iperindo) Tjahjono Roesdianto saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Minggu (31/8/2014).

Dia memaparkan, ada beberapa hal yang perlu dibehani oleh pemerintahan mendatang agar Indonesia memiliki industri pembuat kapal yang kuat dan mampu bersaing dengan industri asing, yaitu regulasi fiskal, perizinan dan regulasi impor.

Pria yang baru melepas masa jabatannya sebagai Ketua Umum Iperindo ini memaparkan, untuk regulasi fiskal, pengenaan pajak yang diperuntukan bagi industri galangan kapal dinilai tidak adil. Pasalnya selama ini pengenaan pajak seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hanya berlaku uintuk bahan baku dan komponen, tetapi tidak berlaku untuk kapal yang diproduksi industri lokal.

"Kami menjual produk dan jasa kepada perusahaan pelayaran dengan bebas PPN, tetapi kami beli bahan baku atau komponen dari industri penunjang itu kena PPN. Di situ kami sudah punya beban tambahan. Ini menjadi beban cost produksi," jelasnya.

Selain itu, regulasi impor yang berlaku saat ini juga dianggap tidak adil bagi pengusaha galangan kapal lokal. Hal ini karena untuk melakukan impor komponen, industri galangan kapal harus membayar bea masuk. Sedangkan untuk kapal jadi yang diimpor ke Indonesia justru diberikan pembebasan bea masuk.

"Dulu industri galangan masih bebas bea masuk komponen seperti mesin kapal, baling-baling, jangkar. Sekarang kapal yang bebas impor.  Yang impor kapal bekas itu bebas pajak sehingga perusahaan pelayaran kalau didesak pemerintah supaya menyediakan kapal dalam waktu singkat, mereka lebih pilih impor," kata dia.

Sementara itu, di dalam negeri sendiri industri komponen kapal masih sangat sedikit sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan komponen kapal di dalam negeri untuk mewujudkan poros maritim.

"Kami bangun kapal tapi indutri penunjang belum tumbuh. Kami tidak punya pabrik mesin, pabrik baling-paling, bahkan untuk plat baja pun baru sebagian. Ini yang harus dibangun," tandasnya. (Dny/Gdn)


*Bagi Anda yang ingin mengikuti simulasi tes CPNS dengan sistem CAT online, Anda bisa mengaksesnya di Liputan6.com melalui simulasicat.liputan6.com. Selamat mencoba!

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya