RI Batal Batasi Saham Asing di Perkebunan, Malaysia Gembira

Kabar penghapusan pembatasan saham kepemilikan asing dalam revisi UU Perkebunan dapat membuat para investor Malaysia bersorak gembira

oleh Siska Amelie F Deil diperbarui 01 Okt 2014, 13:44 WIB
Diterbitkan 01 Okt 2014, 13:44 WIB
Kelapa sawit
(Foto: Reuters)

Liputan6.com, Petaling Jaya - Kabar penghapusan rencana pembatasan kepemilikan saham asing di perkebunan maksimal 30 persen dalam revisi Undang-Undang (RUU) Perkebunan dapat membuat para investor Malaysia bergembira. Analis di perusahaan RHB Research Hoe Lee Leng merasa sangat senang menerima kabar penghapusan rencana tersebut.

"Saat RUU itu digarap, para investor mulai bereaksi meski tak signifikan dan mulai menjual beberapa sahamnya. Tapi dalam operasinya, sejumlah saham masih dipertahanakan," ungkap Hoe seperti dikutip dari The Star Business, Rabu (1/10/2014).

Meski ada kepanikan di sejumlah perusahaan, tapi para investor Malaysia tidak langsung secara drastis mengurangi kepemilikan sahamnya. Sebelumnya, pemerintah mencanangkan pembatasan kepemilikan saham di mana asing tidak boleh memiliki saham lebih dari 30 persen di Tanah Air.

Angka tersebut turun dari kepemilikan saham asing yang mencapai 95 persen di sejumlah perusahaan di Tanah Air. Tentu saja rencana tersebut cukup membuat para investor asing di Indonesia kebakaran jenggot.

Awalnya, rencana itu ditujukan untuk memaksimalkan penggunaan lahan dan membuka peluang bagi para pengusaha kecil di sektor perkebunan. Tapi Pemerintah Indonesia akhirnya tidak memasukan pembatasan kepemilikan saham itu ke dalam RUU perkebunan.

Selanjutnya, Kementerian Pertanian dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat menyerahkan aturan pembatasan saham asing itu ke dalam Peraturan Pemerintah (PP).

Pembatasan kepemilikan saham asing sebenarnya tetap dimasukkan ke dalam RUU hanya saja tidak dipatok di angka 30 persen seperti yang diajukan. Tapi UU Perkebunan tersebut memperbolehkan pemerintah pusat membatasi kepemilikan saham asing di sektor perkebunan Indonesia khususnya minyak sawit. Maklum, Indonesia merupakan eksportir dan produsen minyak sawit terbesar di dunia.

Meski begitu, penghapusan tersebut masih bergantung pada pemerintah selanjutnya.

"Kami masih menunggu presiden Indonesia terpilih Joko Widodo terkait isu ini. Tapi sosok Jokowi terkenal pro bisnis dan agrikultur, jadi sepertinya pembatasan ini tetap tak akan diterapkan saat Jokowi resmi jadi presiden," kata Hoe. (Sis/Ndw)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya