Liputan6.com, Jakarta - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) memprediksi kenaikan tarif batas bawah penerbangan menjadi 40 persen berdampak negatif bagi industri pariwisata termasuk hotel. Pengusaha hotel mengkhawatirkan penurunan okupansi atau tingkat hunian karena aturan ini.Â
Direktur Eksekutif PHRI, Cyprianus Aoer memandang, penyesuaian tarif batas bawah tiket penerbangan akan merugikan pengusaha hotel. Pasalnya harga tiket yang lebih mahal semakin sulit dijangkau wisatawan lokal.
"Wisatawan lokal yang mau berlibur ke Bali atau Papua jadi susah karena harga tiket mahal. Akhirnya okupansi turun dan merugikan hotel," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Kamis (15/1/2015).
Advertisement
Lebih jauh Cyprianus mengatakan, hotel selama ini mengandalkan event-event besar seperti Natal dan Tahun Baru, Lebaran, liburan sekolah untuk mendongkrak okupansi.
"Rezekinya hotel memang di akhir tahun. Tapi kalau harga tiket naik, dampaknya juga ke penghuni hotel. Kalau sepi, hotel bisa kehilangan pendapatan 25 persen sampai 40 persen," tegas dia. (Fik/Ndw)