Pemerintah Akui Sulit Hadang Baju Impor Bekas

Kementerian Perdagangan akui sulit mengawasi peredaran baju impor bekas seiring banyak pelabuhan tikus.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 04 Feb 2015, 19:49 WIB
Diterbitkan 04 Feb 2015, 19:49 WIB
Pedagang Pasar Senin: Ini Bukan Baju Bekas Tapi Sisa ekspor
Untuk mendatangkan baju-baju tersebut paling tidak menghabiskan biaya Rp 3 juta per ball atau setara dengan 250 baju.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan sampai saat ini tidak memiliki data berapa nilai dari perdagangan baju impor bekas. Hal tersebut karena masuknya barang-barang tersebut secara ilegal.

"Berapa angka impornya, saya tak punya data itu, sudah dipastikan baju bekas pasti ilegal," kata Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen (SPK) Kementerian Perdagangan, Widodo di Jakarta, Rabu (4/2/2015).

Pihaknya mengakui, untuk menahan peredaran baju bekas sangat sulit. Aksi-aksi anarkis kerap terjadi ketika melakukan penertiban masuknya baju impor tersebut.

"Riau, di Tembilahan biasa untuk masuk, bahkan polisi ikut mencegah. Apa yang terjadi Polres Tembilahan di bakar," ujar Widodo.

Selain itu, banyak pelabuhan tikus membuat pemerintah sulit melakukan pengawasan masuknya impor baju bekas.

"Seperti Sumatera bagian timur terlalu banyak pelabuhan tikus ada 130, di Batam ada 33. Memang pengawasannya sangat berat," kata dia.

Karena itu, dia mengatakan akan fokus melakukan pendekatan kepada konsumen guna mengurangi peredaran baju impor bekas.

"Jadi memang perlu meminta pendekatannya dari konsumen. Melalui konsumen, kalau konsumen tidak membeli pasti akan turun. Ini yang akan dipublikasikan," ujar Widodo. (Amd/Ahm)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya