Berapa Kerugian RI dari Peredaran Produk Palsu?

Jumlah itu di luar nilai pajak yang hilang dan menyengsarakan para pemegang merek atau Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Indonesia.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 25 Feb 2015, 11:37 WIB
Diterbitkan 25 Feb 2015, 11:37 WIB
Investasi Rupiah
Ilustrasi Rupiah (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Jakarta - Kegiatan pemalsuan terhadap sejumlah produk sudah mencapai titik kritis. Pasalnya Indonesia harus mengalami kerugian hingga puluhan triliun rupiah akibat aktivitas tersebut.

Jumlah itu di luar nilai pajak yang hilang dan menyengsarakan para pemegang merek atau Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Indonesia.

Dari studi dampak pemalsuan terhadap perekonomian Indonesia pada 2014, Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) melaporkan hasil survei yang menunjukkan kerugian negara karena pemalsuan produk di Tanah Air naik hampir 1,5 kali lipat‎ dalam periode 5 tahun terakhir.

"Potensi angka kerugian ekonomi dari sisi Produk Domestik Bruto/PDB negara ini bertambah menjadi sekira Rp 65,1 triliun di tahun lalu. Sedangkan ‎realisasi pada 2010 senilai Rp 43,2 triliun," ujar Sekretaris Jenderal MIAP, Justisiari P. Kusumah kepada wartawan saat Konferensi Pers di Jakarta, Rabu (25/2/2015).
‎

Lebih jauh dia mengaku, terdapat 7 komoditas yang produknya banyak dipalsukan, antara lain, software atau perangkat lunak komputer, kosmetik, farmasi atau obat-obatan, pakaian, barang dari kulit (tas, sepatu dan lainnya), makanan dan minuman serta tinta printer.

Justisiari menyebut, dari hasil studi, prosentase produk palsu tinta printer berada di urutan teratas dari 7 komoditas tersebut. Produk palsu yang beredar luas di pasar untuk tinta printer mencapai 49,4 persen, pakaian palsu 38,90 persen dan disusul barang dari kulit dengan prosentase 37,20 persen.

Sedangkan produk palsu software sebesar 33,50 persen, sisanya produk kosmetika palsu 12,60 persen, makanan dan minuman abal-abal 8,50 persen dan produk farmasi palsu 3,80 persen.

"Rincian kerugian ekonomi negara Rp 65,1 triliun sepanjang 2014, mencakup produk makanan dan minuman Rp 13,39 triliun, pakaian dan barang dari kulit Rp 41,58 triliun, obat-obatan dan kosmetika Rp 6,49 triliun, software dan tinta Rp 3,62 triliun," jelas Justisiari.

Nominal kehilangan pajak dari pemalsuan produk, sambungnya, mencapai Rp 424,86 miliar. Terdiri dari makanan dan minuman Rp 155,15 miliar, pakaian dan barang dari kulit Rp 191,99 miliar, obat-obatan dan kosmetika Rp 42,08 miliar serta software dan tinta Rp 35,64 miliar.

Sementara kerugian ekonomi akibat pemalsuan dari sisi upah dan gaji, antara lain makanan dan minuman Rp 620,22 miliar, pakaian dan barang dari kulit Rp 2,32 triliun sebesar Rp 268,45 miliar obat-obatan dan kosmetika, serta dari produk palsu software dan tinta Rp 186,37 miliar. Totalnya kerugian ekonomi dari sisi upah dan gaji mencapai Rp 3,39 triliun.(Fik/Nrm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya