Investor Asing Siap Pasang Modal di Wilayah Timur Indonesia

Ferrostall saat ini tengah menunggu kepastian pasokan gas dari pemerintah.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 02 Mar 2015, 21:35 WIB
Diterbitkan 02 Mar 2015, 21:35 WIB
Ilustrasi Investasi
Ilustrasi Investasi (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Jakarta - Investor asing menyatakan kesiapannya untuk membenamkan modalnya di Tanah Air. CEO Ferrostaal, Klaus Lesker mengaku siap untuk berinvestasi di kawasan timur Indonesia di bidang petrokomia.

"Kami membicarakan mengenai investasi kompleks petrokimia di Bintuni, Papua Barat. Kami sedang menunggu persetujuan terakhir mengenai alokasi gas. Investasinya beberapa miliar dolar, tergantung produknya. Produknya metanol, propiline, downstream produk," kata dia usai bertemu Menteri Perindustrian Saleh Husin, Jakarta, Senin (2/3/2015).

Ferrostall saat ini tengah menunggu kepastian pasokan gas dari pemerintah. "Itu yang kami tunggu, yang kami butuhkan sekitar 2 triliun cubic feet itu akan menyediakan kebutuhan hingga lebih 30 tahun," paparnya.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Basis Indistri Manufaktur Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Harjanto mengatakan Kemenperin telah melayangkan surat ke Presiden terkait alokasi gas. Investasi ini sendiri masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

"Pak Menteri sudah mengirimkan surat ke Presiden untuk alokasi gas. Jadi saya dengar sudah ada disposisi langsung ke Bappenas dan itu sudah masuk ke RPJMN untuk percepatan pembangunan di Papua Barat termasuk petrochemical complex," ujarnya.

Mengenai harga, pihaknya mengatakan belum bisa membeberkannya. Pasalnya, untuk harga gas sedang dalam proses kajian.

Dia bilang, pihak  Ferrostaal meyakinkan jika petrokomia lebih menguntungkan  karena memberikan nilai lebih.

"Alokasi sih mungkin adam waktu saya bicara dengan Ketua SKK Migas itu harga. Harga saya ingin coba explore. Artinya kita ingin buat simulasi, karena ini ada hubungannya juga dengan mereka sebagai pitstop. Mereka bilang gas itu jangan dibakar harusnya sebagai pitstop industri kimia. Value added jauh lebih tinggi, dia bilang itu. Kalau itu dijual jadi LNG itu hanya 12 tahun, nggak sustain," tandas dia. (Amd/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya