Selagi Deflasi, BI Diminta Pangkas BI Rate

Kenaikan harga premium sebesar Rp 200 per liter tidak akan banyak menyumbang angka inflasi pada Maret ini.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 03 Mar 2015, 17:17 WIB
Diterbitkan 03 Mar 2015, 17:17 WIB
Ilustrasi Bank Indonesia
Ilustrasi Bank Indonesia (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Jakarta - ‎Realisasi deflasi dalam dua bulan berturut-turut pada awal tahun ini dapat menjadi pertimbangan Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan suku bunga acuan (BI Rate). BI diimbau tidak melewatkan momentum baik ini untuk mengambil kebijakan tersebut sebelum kemungkinan inflasi datang kembali.

Ekonom dari Center Of Reform On Economics (CORE) Indonesia, Akhmad Akbar Susanto mengatakan, penurunan BI Rate merupakan sebuah langkah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja.

"Mumpung deflasi Januari dan Februari ini, diharapkan BI menimbang supaya suku bunga turun. Jadi bisa mendorong pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja lebih banyak. Memacu juga investasi ketimbang menabung," terang dia di acara Diskusi Publik, Jakarta, Selasa (3/3/2015).

Terkait imbas penaikan harga bahan bakar minyak (BBM) Premium sebesar Rp 200 menjadi Rp 6.800 per liter, kata Akhmad, akan menyumbang inflasi di Maret 2015 meski porsinya hanya kecil. Jika bulan ketiga ini, Indonesia mengecap inflasi, maka momentum BI untuk memangkas suku bunga sudah lewat.

"Penaikannya kan tidak besar, jadi kalaupun inflasi di Maret akan ringan. Jadi momentum deflasi tidak panjang, dan kalau sudah lewat, BI susah lagi menurunkan BI Rate. Karena BI Rate yang tinggi tidak ramah untuk pelaku usaha," tutur dia.

Sementara pemerintah, lanjut Akhmad, ingin memacu sektor industri manufaktur, padat karya demi menyerap tenaga kerja lebih banyak. Dengan demikian, katanya, pengusaha membutuhkan bunga yang kompetitif dan insentif fiskal.

Untuk diketahui, pada Rapat Dewan Gubernur yang berlangsung pada pertengahan Februari 2015 lalu Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 7,5 persen. Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardjojo menjelaskan, kebijakan tersebut diambil dengan keyakinan inflasi akan tetap terkendali dan rendah sehingga berada di kisaran bawah sasaran 4 persen pada 2015 dan 2016.

Kebijakan penurunan tersebut juga dianggap masih sejalan dengan upaya BI untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan pada tingkat yang lebih sehat.

BI melihat bahwa dengan disetujuinya APBN-P 2015, paket stimulus fiskal dan langkah-langkah kebijakan reformasi struktural yang ditempuh Pemerintah akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan berkualitas.

Ke depan, Bank Indonesia akan terus memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial, serta meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah untuk memastikan bahwa inflasi akan tetap rendah dan defisit transaksi berjalan terjaga pada tingkat yang lebih sehat. (Fik/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya