Liputan6.com, Jakarta - Kasus korupsi di Indonesia memang seolah tak ada habisnya, dan baru-baru ini perhatian publik kembali tercuri dengan terungkapnya skandal korupsi di Pertamina.
Kasus ini semakin menambah panjang daftar korupsi besar yang terjadi di Indonesia. Selain itu, kasus seperti ini hanya semakin menunjukkan betapa lemahnya sistem pengawasan dan penegakan hukum di Indonesia dalam memberantas korupsi.
Advertisement
Baca Juga
Hal itu tercermin dari laporan dari Transparency International dalam Indeks Persepsi Korupsi (CPI) 2024 yang menunjukkan bahwa korupsi merupakan masalah berbahaya di setiap belahan dunia.
Advertisement
Penelitian juga mengungkapkan bahwa korupsi merupakan ancaman utama bagi aksi iklim. Korupsi menghambat kemajuan dalam mengurangi emisi dan beradaptasi dengan dampak pemanasan global yang tak terelakkan.
Adapun CPI memberi peringkat 180 negara dan wilayah di seluruh dunia berdasarkan persepsi tingkat korupsi sektor publik. Hasilnya diberikan dalam skala 0 (sangat korup) hingga 100 (sangat bersih).
Untuk Indonesia berada di urutan ke-99 dengan nilai (score) 37. Angka ini menunjukkan bahwa tingkat korupsi di Indonesia masih tergolong tinggi, dan memerlukan perhatian lebih untuk memperbaiki integritas sektor publik.
Meskipun ada beberapa langkah yang telah diambil oleh pemerintah dan masyarakat untuk menanggulangi korupsi, nilai ini menunjukkan bahwa masih banyak tantangan yang perlu dihadapi.
Perbandingan Indonesia dengan Negara Tetangga
Jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga, Indonesia berada di posisi yang lebih rendah. Vietnam, misalnya, memiliki nilai CPI sebesar 40 dan peringkat 88, yang juga menunjukkan adanya masalah korupsi di sektor publik, meskipun sedikit lebih baik dibandingkan dengan Indonesia.
Di sisi lain, Malaysia memiliki nilai CPI sebesar 50 dan peringkat 57, yang menunjukkan adanya kemajuan dalam pemberantasan korupsi di negara tersebut, meskipun korupsi masih menjadi tantangan.
Sementara itu, Singapura tampil sangat baik dalam hal pengelolaan korupsi dengan nilai CPI yang sangat tinggi, yaitu 84 dan berada di peringkat ke-3 dunia.
Negara ini telah lama dikenal dengan upaya kerasnya dalam menjaga integritas sektor publik dan memberantas korupsi. Singapura menjadi contoh yang baik dalam hal efektivitas kebijakan anti-korupsi yang dapat diterapkan untuk negara-negara lain.
Advertisement
Jenis korupsi apa yang diukur oleh CPI
Indeks Persepsi Korupsi (CPI) yang disusun oleh Transparency International mengukur tingkat persepsi korupsi di sektor publik di berbagai negara.
CPI bukan hanya mencatat adanya korupsi, tetapi lebih fokus pada persepsi dan penilaian masyarakat serta pengamat internasional terkait prevalensi praktik-praktik korupsi.
Beberapa jenis manifestasi korupsi sektor publik yang diukur dalam CPI antara lain:
1. Penyuapan (Bribery)
Penyuapan merupakan salah satu bentuk korupsi yang paling umum.Dalam CPI, penyuapan diukur sebagai indikator dari integritas lembaga pemerintah yang terlibat dalam pengambilan keputusan yang bersih dari intervensi pribadi.
2. Pengalihan Dana Publik (Public Funds Misallocation)
Pengalihan dana publik yang tidak tepat adalah praktik yang merugikan negara dan masyarakat. Hal ini terjadi ketika dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan publik disalahgunakan atau dialihkan untuk keuntungan pribadi atau kelompok tertentu. CPI mencatat sejauh mana penyalahgunaan anggaran publik terjadi di dalam pemerintahan.
3. Penyalahgunaan Jabatan Publik untuk Keuntungan Pribadi (Abuse of Public Office for Personal Gain)
Ini terjadi ketika pejabat publik menggunakan posisi mereka untuk kepentingan pribadi, seperti memperkaya diri sendiri atau kelompok mereka. Dalam CPI, fenomena ini dipertimbangkan dalam penilaian terhadap keandalan dan integritas pejabat publik.
4. Kemampuan Pemerintah untuk Membendung Korupsi (Government's Ability to Control Corruption)
Ini mengacu pada seberapa efektif pemerintah dalam menangani dan mencegah korupsi di sektor publik. Kemampuan ini termasuk dalam upaya legislatif dan eksekutif untuk mengimplementasikan kebijakan dan reformasi anti-korupsi yang dapat menurunkan peluang korupsi.
Jenis Lainnya
5. Birokrasi Berlebihan yang Meningkatkan Peluang Korupsi (Excessive Bureaucracy Increasing Corruption Risks)
Struktur birokrasi yang rumit dan tidak efisien sering kali menciptakan peluang untuk korupsi, karena semakin banyak langkah atau pihak yang terlibat dalam proses administrasi. Ini dapat mempermudah praktik korupsi, karena para pejabat dapat memanfaatkan celah tersebut untuk melakukan tindakan yang tidak sah.
6. Nepotisme dalam Pengangkatan Pegawai Negeri (Nepotism in Public Sector Appointments)
Nepotisme terjadi ketika pejabat publik mengangkat anggota keluarga atau teman-teman mereka ke posisi-posisi penting dalam pemerintahan, tanpa memperhatikan kualifikasi. Hal ini dapat merusak integritas sektor publik dan meningkatkan praktik korupsi.
7. Undang-undang yang Mengharuskan Pengungkapan Keuangan dan Konflik Kepentingan (Laws Requiring Disclosure of Assets and Conflict of Interest)
Negara yang memiliki undang-undang yang mewajibkan pejabat publik untuk mengungkapkan aset mereka dan potensi konflik kepentingan dapat lebih meminimalisir kemungkinan terjadinya korupsi. CPI menilai sejauh mana undang-undang ini diterapkan dan efektif dalam mencegah perilaku koruptif.
Advertisement
Whistleblowers
8. Perlindungan Hukum bagi Pelapor Korupsi (Legal Protection for Whistleblowers)
Negara yang memiliki mekanisme perlindungan hukum bagi mereka yang melaporkan korupsi cenderung lebih sukses dalam mengurangi perilaku koruptif. Perlindungan bagi pelapor memfasilitasi transparansi dan akuntabilitas dalam sektor publik.
9. Penguasaan Negara oleh Kepentingan Sempit (State Capture by Narrow Interests)
Penguasaan negara oleh kelompok atau individu dengan kepentingan sempit yang memanfaatkan kekuasaan untuk keuntungan pribadi atau kelompok merupakan bentuk korupsi yang sangat merusak. CPI mengukur apakah negara lebih dikuasai oleh elit politik atau kelompok bisnis tertentu daripada kepentingan publik.
10. Akses Terhadap Informasi Publik (Access to Public Information)
Keterbukaan dan akses terhadap informasi publik merupakan elemen penting dalam mengurangi korupsi. Negara yang menjamin akses informasi kepada publik memungkinkan pengawasan yang lebih baik terhadap tindakan pemerintah dan mengurangi peluang terjadinya korupsi.
