Liputan6.com, Jakarta - Produk makanan olahan Indonesia berpeluang besar masuk ke pasar Jepang. Ini bukan hanya karena faktor daya beli masyarakat yang tinggi, melainkan perpaduan antara kebiasaan masyarakat Jepang untuk mencoba sesuatu yang baru dan cita rasa makanan Indonesia yang memang cenderung cocok di lidah Jepang menjadi dua faktor yang penting dalam membuka peluang tersebut.
Hal di atas disampaikan Dubes RI untuk Jepang, Yusron Ihza Mahendra, di sela-sela acara Japan Food Expo 2015 yang dibuka di Makuhari Messe, Perfektur Chiba, Jepang dalam keterangannya, Rabu (4/3/2015).
Hadirnya sekitar duapuluhan stand Indonesia dalam Food Expo yang telah digelar untuk ke-40 kalinya dan kali ini diiukti oleh 2700 exhibitor dari 83 negara, menurut Yusron, merupakan hal yang menggembirakan.
"Kita merupakan salah satu negara besar, minimal di Asia. Karena itu kita harus selalu hadir dalam acara-acara besar seperti ini, tambahnya.
Dia menuturkan, tahun lalu juga berada di tempat serupa. Ini berarti Indonesia melakukan promosi secara rutin dan kontinyu.
Advertisement
Menurut Yusron, ada beberapa kunci untuk dapat lebih masuk ke pasar Jepang. Diantaranya, adalah standarisasi produk, kontinyuitas suplai, link dan promosi.
Thailand yang sejak beberapa dekade terakhir mendapat dukungan penuh pemerintahnya, termasuk promosi kuliner Thailand di luar negeri, ujar Yusron, telah menikmati hasil jerih payah mereka. Karena itu Indonesia tentu tidak boleh lengah jika memang serius untuk ikut sebagai pemain.
Menyinggung produk-produk Indonesia di pasar Jepang, termasuk produk makanan kesehatan Indonesia (di Jepang disebut sebagai “kenkou shokuhing”) yang dipamerkan, Yusron mengungkap fenomena menarik tentang kesehatan dan juga makanan-makanan sehat di Jepang.
Di Jepang, kata Yusron, ada ungkapan bahwa “demi sehat, mati pun bukan masalah”. Nah, melihat kegandrungan seperti ini, kita tentu harus manfaatkan peluang- peluang seperti ini.
Dari data tentang kesanggupan memenuhi kebutuhan pangan, saat ini kemampuan Jepang hanyalah sekitar 60 persen saja. Ini berarti bahwa 40 persen kebutuhan pangan Jepang adalah produk impor.
Tema politik ketahanan pangan Jepang selama beberapa dekade terakhir ini, menurut Yusron, adalah diversifikasi ketergantungan sumber pasokan pangan dari luar negeri. Ini tentu merupakan isyarat penting tentang peluang yang terbuka lebar bagi pasar produk makanan Indonesia di Jepang.