Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perindustrian memastikan kenaikan harga Elpiji non subsidi tidak akan mengganggu industri kecil dan menengah yang bergerak di sektor makanan dan minuman. Pasalnya, industri kecil jauh lebih fleksibel terhadap berbagai goncangan ekonomi.
Direktur Jenderal (Dirjen) Industri Kecil Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Euis Saedah mengatakan, kenaikan harga Elpiji ukuran 12 kilogram (kg)a akan sangat berdampak kepada industri kecil nasional. Sektor yang akan sangat terdampak adalah usaha makanan dan minuman. Pasalnya, usaha tersebut banyak yang menggunakan gas sebagai sumber energi.
"Energi itu tergantung sektornya mana. Kalau gas kebanyakan makanan memakainya. Kalau fashion itu banyak menggunakan listrik. Kenaikan Elpiji ini dalam perhitungannya akan sangat terasa." kata dia, Jakarta, Kamis (2/4/2015).
Namun, Kementerian Perindustrian tidak terlalu khawatir dengan dampak tersebut. Dia menjelaskan, industri kecil dan menengah di sektor makanan memiliki keunggulan dalam mempertahankan usahanya. IKM bisa mencari jalan keluar dengan menyesuaikan seperti porsi makanan. "Bagusnya UKM mereka fleksibel banget ada goncangan mereka bisa menyesuaikan," paparnya.
Untuk diketahui, PT Pertamina (Persero) menaikkan harga elpiji 12 kg sebesar Rp 6.300- Rp 8.000 per tabung mulai 1 April 2015. Direktur Pemasaran Pertamina Ahmad Bambang mengatakan, dengan kenaikan tersebut maka harga elpiji 12 kg menjadi Rp 141 ribu, dari Rp 134.700 per tabung. Kenaikan harga tersebut disesuaikan antara jarak konsumen dengan agen penjualan.
"Kenaikan antara Rp 6.300-Rp 8.000 tergantung daerah atau jauh dekatnya dari agen," kata Ahmad.
Bambang mengungkapkan, kenaikan harga dilakukan atas pertimbangan acuan harga elpiji Contract Price Aramco (CP Aramco) yang mengalami kenaikan dan pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Pada Maret, kurs tercatat Rp 13.084 per dolar AS, naik dari bulan sebelumnya Rp 12.750 per dolar AS. "CP Aramco mixed, pada Maret US$ 477 per ton, sedangkan pada Februari US$ 467 per ton dan Januari US$ 451 per ton," ungkapnya.
Bambang berharap, masyarakat tidak meributkan kenaikan harga tersebut. Pasalnya, elpiji 12 kg merupakan barang non subsidi seperti produk BBM Pertamina Pertamax Cs.
"Sebenarnya sama dengan Pertamax, harusnya tidak ribut. Jadi kita buat dua Jenis Pertamax tinggi tidak masalah karena masyarakat bisa pakai Premium. Elpiji 12 kg naik harusnya juga tidak masalah sebab ada elpiji 3 kg," pungkasnya. (Amd/Gdn)
X