Lingkungan Rusak, ‎Warga Dunia Tak Bisa Beli Planet Lain

Investasi hijau atau ramah lingkungan menjadi isu dan konsen seluruh negara dunia, termasuk Indonesia.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 27 Apr 2015, 12:25 WIB
Diterbitkan 27 Apr 2015, 12:25 WIB
Kebakaran Hutan
Kebakaran hebat telah terjadi di San Marcos, California, Amerika Serikat, (15/5/2014) (Reuters / mike blake)

Liputan6.com, Jakarta - Investasi hijau atau ramah lingkungan menjadi isu dan konsen seluruh negara dunia, termasuk Indonesia. Pelestarian lingkungan dapat mendongkrak hasil atau produk masing-masing sektor bisnis dan berkontribusi pada pertumbuhan yang berkelanjutan.

CEOI Conservation International, Peter Seligmann mengakui kekayaan sumber daya alam atau keanekaragaman hayati bangsa Indonesia. Bahkan dia memuji belum ada yang mampu menandingi kekayaan aneka hayati negara ini.

"Indonesia kaya dengan aneka hayati, belum ada yang menandinginya. Tapi ada sektor bisnis yang sudah menyumbang peningkatan pendapatan di daerah Indonesia," ujar dia dalam acara 'Tropical Landscape Summit: A Global Investment Opportunity' di Jakarta, Senin (27/4/2015).

Kata Seligmann, pelestarian lingkungan di Papua Barat telah menyumbang pendapatan dari sektor perikanan hingga 25 kali lipat selama puluhan tahun lamanya. Potensinya, sambung dia, akan meningkat sampai 1.000 kali lipat dan masyarakat sekitar dapat menerima manfaatnya.

"Ada kemitraan yang dilakukan di Sumatera Utara untuk mendanai landscape tropis. Hasilnya menumbuhkan karet, kopi dan kelapa sawit di pasar nasional dan internasional. Ada 35 ribu Kepala Keluarga yang menerima manfaat," terang Seligmann.

Dia mengaku, ada kendala yang harus diatasi pemerintah Indonesia yakni, kebijakan yang ber‎tentangan dengan prioritas. Tata kelola penegakkan hukum pun kurang efektif.

Sementara itu, General Director ICRAF, Tony Simons menambahkan, seluruh dunia penting menjaga kelestarian lingkungan dari berbagai investasi yang masuk ke setiap negara. Pasalnya, dengan investasi hijau, pemerintah bisa menciptakan pertumbuhan yang berkelanjutan dan inklusif.

"Kita tidak bisa membeli planet lain. Tak peduli berapapun Anda punya uang," ucap dia.

‎Group MD and CEO Olam International, Sunny Verghese menilai ada enam tantangan dunia di seluruh negara, yakni ketahanan pangan, ketahanan air, ketahanan energi dan dampak perubahan iklim, pertumbuhan berkelanjutan tanpa membuat sumber daya alam menipis serta pertumbuhan inklusif.

"Ada 90 juta orang kelaparan setiap harinya, dan dua miliar orang mengalami malnutrisi. Sekira 4-10 persen PDB dunia hilang akibat masalah ini, karena bukan saja persoalan negara berkembang tapi juga negara maju. Dunia akan mengeluarkan US$ 20 miliar atau setengah dari PDB untuk mengatasi masalah tersebut," tegas Verghese. (Fik/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya