Bea Masuk Impor Naik Bukan Kejar Setoran

tambahan pendapatan bea masuk dari kebijakan kenaikan tarif bea masuk barang konsumsi hanya Rp 800 miliar hingga akhir tahun.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 27 Jul 2015, 19:03 WIB
Diterbitkan 27 Jul 2015, 19:03 WIB
Ekspor Impor 3 (Liputan6.com/M.Iqbal)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menegaskan bahwa penyesuaian tarif bea masuk barang konsumsi impor rata-rata 5 persen bukan untuk mengejar penerimaan negara. Pasalnya, tambahan pendapatan bea masuk dari kebijakan ini hanya Rp 800 miliar hingga akhir tahun.

Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Suahasil Nazara mengatakan, rata-rata tarif bea masuk impor sebelum Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 132/2015 berlaku sebesar 7,26 persen. Dan setelah ada kenaikkan rata-rata 5 persen, rata-rata tarif bea masuk impor di Indonesia menjadi 8,83 persen.

PMK Nomor 132/PMK.010/2015 tentang Perubahan Ketiga Atas PMK Nomor 213/PMK/011/2011 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebaban Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor.

"Kalau melihat kenaikan rata-rata tarif bea masuk impor kecil, jadi ini bukan dimaksudkan untuk penerimaan negara," tegas Suahasil saat Konferensi Pers di kantornya, Jakarta, Senin (27/7/2015).

Lebih jauh dia menyebut, estimasi pemerintah atas tambahan penerimaan negara dari penerapan kebijakan ini hanya Rp 800 miliar selama enam bulan ke depan.

"Pendapatan bea masuk tahun ini bisa dapat tambahan Rp 800 miliar dari target 2015 sebesar Rp 38 triliun. Sedangkan realisasi penerimaan negara dari bea masuk di 2010 sebesar Rp 35 triliun," paparnya.

Dijelaskan Suahasil, pendapatan negara dari bea masuk impor tidak melonjak signifikan karena hampir lima tahun tarif bea masuk atas barang impor tidak mengalami perubahan. Inilah yang diakuinya menjadi alasan utama pemerintah menaikkan tarif bea masuk barang konsumsi impor.

"Tarif bea masuk salah satu instrumen mendorong produk hilirisasi. Tapi tarif ini terakhir diharmonisasikan pada 2010, dan sudah saatnya melakukan harmonisasi tarif selama lima tahun berlalu. Tarif barang konsumsi yang dinaikkan, mayoritas sudah ada produsen dan produknya di dalam negeri," terang dia.

Kebiajakan penyesuaian tarif telah melalui proses cukup panjang dan pembahasan dengan Tim Tarif, seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian teknis lainnya. Kemudian diputuskan dalam sebuah PMK yang mencantumkan daftar barang konsumsi dan tarif hasil kesepakatan bersama. 

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI), Haris Munandar, harmonisasi tarif bea masuk impor ini melihat keberadaan struktur industri Indonesia yang lemah, di mana perkembangan hanya terjadi di industri produk hilir, bukan produk hulu dan intermediate.

"Artinya bahan baku banyak yang diimpor. Dari data BPS, dari keseluruhan impor 70 persen diantaranya impor bahan baku penolong. Penyesuaian bea masuk ini sudah melalui pertemuan dengan asosiasi, karena kita akan protes kalau Kemenkeu sembarangan menentukan tarif, karena kita ingin membina dunia usaha bukan membinasakan," pungkas dia.(Fik/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya