Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali melemah. Pelemahan tersebut terjadi karena adanya ekspektasi kenaikan suku bunga yang akan dilakukan oleh Bank Sentral AS atau The Federal Reserve (The Fed).Â
Menurut data Bloomberg, jumat (7/8/2015) pukul 10.20 WIB, rupiah diperdagangkan pada level 13.534 per dolar AS. Pada perdagangan sebelumnya, rupiah ditutup di level 13,529 per dolar AS. Sedangkan pada pembukaan hari ini, rupiah berada di level 13.535 per dolar AS. Sepanjang pagi hingga siang ini, rupiah berada di kisaran 13.510 per dolar AS hingga 13.548 per dolar AS.
Sementara kurs tengah Bank Indonesia (BI) mencatat, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah 7 poin menjadi 15.536 per dolar AS dari 13.529 per dolar AS pada perdagangan kemarin.Â
Sejak awal tahun ini, nilai tukar rupiah terus tertekan. Di awal Januari 2015, rupiah berada di level 12.474 per dolar AS. Jika dihitung, rupiah telah melemah 8,5 persen.Â
Posisi rupiah ini memang belum terlalu buruk jika dibandingkan dengan 1998 lalu. Saat itu, rupiah sempat menyentuh level 15.000 per dolar AS. Namun dalam kurun waktu 17 tahun terakhir, nilai tukar rupiah belum pernah tertekan cukup dalam seperti saat ini.Â
Ada beberapa sentimen yang mempengaruhi pelemahan rupiah ini. Pertama tentu saja penguatan dolar AS karena ada ekspektasi rencana kenaikan suku bunga The Fed. "Ekspektasi tersebut juga menekan beberapa mata uang lain seperti Ringgit Malaysia," tutur Kepala Divisi Riset dan Analisis PT Monex Investindo (MIF), Ariston Tjendra.Â
Namun selain sentimen dari luar, sentimen dari dalam negeri juga mempengaruhi nilai tukar rupiah. Pengumuman pertumbuhan ekonomi yang kembali melemah juga menekan nilai tukar rupiah karena investor melakukan aksi jual rupiah.
"Dari sebelumnya hanya wait and see menjadi akhirnya mengambil posisi," jelas Ekonom PT Bank Saudara Tbk, Rully Nova.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II 2015 sebesar 4,67 persen atau turun dari realisasi kuartal sebelumnya 4,72 persen. Hingga semester I, ekonomi Indonesia hanya tumbuh 4,7 persen, turun dari periode yang sama tahun lalu sekitar 5,17 persen.
Level tersebut melambat karena dipicu lesunya perekonomian global, termasuk negara mitra dagang Indonesia dan pelemahan harga komoditas.
"Pertumbuhan ekonomi di kuartal II ini sebesar 4,67 persen dibanding periode sama 2014 (Year on year) dan 3,78 persen secara Q to q. Dengan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal II 2015 atas dasar harga konstan Rp 2.293,3 triliun," kata Kepala BPS Suryamin‎.
Secara kumulatif, sambungnya, ekonomi Indonesia bertumbuh 4,7 persen pada semester I 2015 dibandingkan periode yang sama tahun lalu. ‎"Pertumbuhan ekonomi Indonesia memang semakin melambat sejak kuartal I 2011 yang terealisasi 6,48 persen," ucap dia.
Suryamin menjelaskan, penyebab utama pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat karena kondisi serupa yang dihadapi perekonomian global sepanjang periode April-Juni 2015. Hal ini, lanjutnya, sebagai dampak rendahnya harga berbagai komoditas di pasar internasional. Komoditas yang masih mencatatkan penurunan harga‎, yakni jagung, beras, kedelai, daging sapi, bijih timah, bijih besi, dan sebagainya. (Ilh/Gdn)
Advertisement