Rupiah Tembus 14.000 per Dolar, Menkeu Waspadai Guncangan Krisis

"Kami tidak tenang-tenang saja. Kami sudah siapkan semuanya," ujar Menkeu Bambang Brodjonegoro.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 25 Agu 2015, 08:40 WIB
Diterbitkan 25 Agu 2015, 08:40 WIB
Ilustrasi pertumbuhan Ekonomi
Ilustrasi pertumbuhan Ekonomi

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menyatakan telah mempersiapkan strategi atau langkah penyelamatan agar terhindar dari badai krisis. Hal ini menyusul usulan DPR supaya pemerintah membuat pusat krisis seperti era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Kami tidak tenang-tenang saja, kita sudah siapkan semuanya," ujar Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro saat Raker dengan Komisi XI di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (25/8/2015).

Ia menuturkan, anggota Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) yang terdiri dari Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan telah membuat crisis management protocol yang rutin dimonitor.

"Di FKSSK ada crisis management protocol yang kita monitor terus. Saya tidak bisa bilang posisinya apa, karena itu sangat rahasia. Tapi kita selalu pantau," tegas Bambang.

Sebelumnya, Ketua Komisi XI DPR, Fadel Muhammad mendesak pemerintah membuat pusat krisis (crisis center) sehingga peran masing-masing anggota Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) jelas.

Langkah ini bertujuan sebagai benteng Indonesia dari badai krisis. "Kita mulai terganggu dengan perkembangan ekonomi sekarang ini. Kita belum melihat langkah-langkah untuk mengantisipasi kondisi tersebut," ucap dia.

Fadel meminta, Menteri Keuangan (Menkeu), Kepala Bappenas dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian harus menunjukkan langkah tersebut untuk dibahas dalam pertemuan dengan DPR dalam waktu dekat.

"Salah satunya harus membuat pusat krisis, seperti di zaman Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dibuat matriks, siapa bikin apa karena ini hal yang penting sekali. Lalu dijelaskan ke masyarakat," kata Fadel.

Pada era pemerintahan SBY, sambung Fadel, upaya pembuatan pusat krisis ini sangat efektif mengatasi kondisi guncangan ekonomi.

"Tapi OJK dan BI masih menunggu pemerintah untuk menyampaikan strategi tersebut. Jadi pusat krisis sangat penting untuk menghadapi keadaan yang sangat gawat," ujar Fadel.

Seperti diketahui, pasar modal dan keuangan Indonesia alami guncangan di awal pekan. Hal itu seiring sentimen negatif dari China mendevaluasi atau melemahkan mata uang Yuan. Langkah China tersebut menambah kekhawatiran terhadap ekonomi China melambat. Ditambah memicu spekulasi kalau bank sentral Amerika Serikat (AS) akan menunda kenaikan suku bunga pada September 2015.

Nilai tukar rupiah pun akhirnya menembus level 14.000 per dolar AS. IHSG anjlok 3,97 persen ke level 4.163,73 pada perdagangan saham Senin 24 Agustus 2015. (Fik/Ahm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya