Buruh Bakal Demo Besar-besaran, Ini Komentar Pengusaha

Buruh diminta pertimbangkan rencana demo besar-besaran pada 1 September 2015.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 31 Agu 2015, 11:23 WIB
Diterbitkan 31 Agu 2015, 11:23 WIB
Demo Buruh
Ribuan buruh melakukan aksi mogok nasional menuntut pemerintahan Jokowi-JK membatalkan kenaikan BBM dan menaikan upah layak untuk buruh. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Di tengah kondisi ekonomi Indonesia yang tengah bergejolak, perlu dukungan semua pihak untuk dapat membantu pemerintah mengambil langkah-langkah taktis dan strategis dengan kebijakan yang mampu mengatasi tantangan ekonomi ini.

Wakil Ketua Kadin DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengatakan, dalam situasi seperti ini dibutuhkan kerjasama, kekompakan untuk terciptanya iklim usaha dan investasi yang kondusif sehingga kepercayaan pasar dan investor terhadap ekonomi Indonesia semakin besar sehingga nilai rupiah perlahan lahan tapi pasti semakin menguat.

"Termasuk dalam hal kaum buruh yang akan turun demo pada tanggal 1 September 2015 agar dapat mempertimbangkan rencana tersebut," ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (31/8/2015).

Dia mengungkapkan, saat kondisi ekonomi seperti ini, rencana buruh untuk melakukan aksi unjuk rasa dinilai kurang tepat. Aksi ini malah dikhawatirkan malah menambah ketidakpercayaan investor kepada iklim investasi di Indonesia.

"Seharusnya jika ada aspirasi buruh yang ingin disampaikan kepada pemerintah tidak perlu turun ke jalan, karena akan mengganggu aktivitas perdagangan dan bisnis. Alangkah baiknya aspirasi itu disampaikan melalui dialog atau dengan audensi akan lebih efektif dan terarah dari pada harus demo ke jalanan yang menurunkan produktivitas pekerja," jelas dia.

Menurut Sarman, beberapa aspirasi buruh yang ingin disampaikan antara lain permintaan menurunkan harga barang pokok dan BBM, meminta pemerintah untuk mengambil langkah-langkah untuk tidak terjadinya PHK besar-besaran akibat dampak kurs rupiah yang semakin melemah dan menurunnya daya beli masyarakat akibat pertumbuhan ekonomi tidak sesuai target.

Tuntutan lainnya seperti memproteksi masuknya tenaga kerja asing , kenaikan upah minimum tahun 2016 sebesar 25 persen, merevisi  jaminan kesehatan, jaminan pensiun, perbaikan aturan kesehatan dan keselamatan kerja dan pengadilan Hubungan Industrial dengan merevisi UU 2/2004.

"Semua tuntutan tersebut semuanya ada pada kebijakan pemerintah. Jika belum puas perwakilan buruh melalui Serikat Pekerja dapat meneruskan aspirasi tersebut ke DPR dan DPD yang kita yakini mampu memperjuangkan aspirasi tersebut. Ke depan kita harus  manfaatkan institusi formal yang tersedia untuk menyalurkan aspirasi dan mengurangi aksi demo turun ke jalan dalam rangka menjaga iklim usaha dan investasi yang kondusif," katanya.

Di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 yang akhir tahun ini akan diberlakukan, lanjut dia, tidak tepat lagi buruh demo turun ke jalan karena persaingan dengan tenaga kerja dari 9 Negara Asean lainnya akan terbuka.

"Buruh Indonesia seharusnya meningkatkan kompetensi, kemampuan dan produktivitas untuk dapat menjadi tuan rumah dinegeri sendiri," tandasnya.

Sekadar informasi, massa buruh yang tergabung dalam Gerakan Buruh Indonesia (GBI) yang merupakan gabungan dari beberapa konfederasi serikat buruh seperti KSPI, Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) AGN, Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI), dan Serikat Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia (SBTPI) akan menggelar aksi unjuk rasa pada 1 September 2015.

Presiden KSPI, Said Iqbal mengatakan, hal ini sebagai buntut dari ancaman PHK besar-besaran seiring dengan menurunnya daya beli buruh dan anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

(Yas/Ndw)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya