Klaim Rugi, Pertamina Harus Diaudit

Apabila kerugian tersebut terbukti benar, maka pemerintah akan mengurangi bagian laba Pertamina ke negara.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 08 Sep 2015, 20:48 WIB
Diterbitkan 08 Sep 2015, 20:48 WIB
 Pemerintah Turunkan Harga Premium Jadi Rp 7.600
Petugas SPBU sedang mengisi bahan bakar ke salah satu kendaraan roda empat Seiring dengan terus melorotnya harga minyak dunia, Jakarta, Kamis (1/1/2015). (Liputan6.com/Miftahul Hayat)

Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) mengaku menanggung rugi Rp 13 triliun dari penjualan bahan bakar minyak (BBM) Premium dan Solar. Kerugian tersebut bisa terjadi karena Pertamina menjual dengan harga di bawah nilai keekonomian. Pertamina meminta, jika tidak ada dana di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk menambal utang tersebut, maka kompensasi dari kerugian tersebut adalah dengan mengurangi setoran dividen.

Direktur Jenderal (Dirjen) Anggaran Kementerian Keuangan, Askolani pun langsung angkat bicara dengan klaim dari perusahaan pelat merah tersebut. Menurutnya, pernyataan kerugian dari Pertamina itu harus dibuktikan melalui diaudit laporan keuangan.

"Kerugian tidak bisa diklaim sepihak. Rugi itu apa, dari mana, jadi harus audit, apakah iya (rugi) atau tidak," ucap dia di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (8/9/2015).

Menurut Askolani, apabila kerugian tersebut terbukti benar, maka pemerintah akan mengurangi bagian laba Pertamina ke negara alias dividen. Penetapan harga BBM di bawah harga keekonomian, sambung dia, tentu akan mengurangi laba perseroan.

"Sekarang ini, harga keekonomian masih di atas harga jual BBM yang ditetapkan. Tapi harus di audit dulu berapa lost-nya, dilihat berapa laba berkurang, lalu baru bisa diturunkan setoran dividennya," terang dia.

Askolani mengaku, pengurangan jatah dividen negara dari Pertamina pernah terjadi ketika ada penurunan untung di periode 2014 lalu. Itu terjadi karena harga minyak turun, dan bukan penjualan BBM. Jalan instannya adalah memangkas setoran dividen BUMN tersebut.

"Diantisipasi pemerintah mengurangi dividen 2015, yang ditarik tidak setinggi 2014. Jadi kebijakan ini bisa dilakukan juga untuk 2016, masa setoran dividen 2015. Itu opsi sementara. Tapi tetap harus melihat balance-nya, jangan bilang rugi Rp 13 triliun ke kita. Semua ada mekanisme, dipastikan dengan audit dan tidak bisa diklaim secara sepihak serta harus dibuktikan," jelas dia.

Tag Terkait

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya