Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengumumkan paket kebijakan ekonomi tahap I terkait deregulasi puluhan aturan. Paket kebijakan ini dinilai baru akan terasa dampaknya paling cepat 3 bulan dan paling lama setahun terhadap pertumbuhan ekonomi maupun nilai tukar rupiah.
Direktur Finance and Strategy PT Bank Mandiri Tbk, Kartiko Wirjoatmodjo menyampaikan hal itu saat ditemui di kantornya, Jakarta, Kamis (10/9/2015)‎. ‎Dia mengatakan, pemerintah Indonesia pernah mengeluarkan paket ‎kebijakan deregulasi pada 1988 guna menahan turunnya perekonomian nasional lebih dalam.
"Dan itu butuh waktu 6 bulan sampai setahun baru bisa melihat dampaknya. Tapi karena paket kebijakan ekonomi pemerintahan sekarang sudah lebih terarah, maka dampaknya terasa paling cepat 3 bulan" ucap Tiko, begitu panggilan akrabnya.
Advertisement
Nilai tukar rupiah saat ini, kata Mantan Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sudah sangat di bawah harga pasar atau undervalue alias oversell. Tiko menambahkan, pelaku pasar sangat berharap ada perbaikan di sektor riil, sehingga pertumbuhan ekonomi nasional bisa terangkat.
"Kalau pertumbuhan ekonomi berbalik, sudah kelihatan peningkatan konsumsi, belanja pemerintah naik, pasti pasar akan meng-adjust. Sekarang investor belum melihat hal ini, bagaimana pemerintah menjaga daya beli masyarakat, mendorong serapan anggaran dan menumbuhkan industri dalam negeri substitusi impor‎. Jika ini bisa diperbaiki, nilai tukar akan menyesuaikan," ujar dia.
‎Tiko menjelaskan, gerak pemerintahan saat ini mengalami tantangan cukup berat, karena ada tekanan perlambatan ekonomi dunia dan mengarah pada recession recycle. Artinya, dikatakan Tiko begitu dia disapa, perekonomian pada suatu masa bakal terkoreksi, tidak selalu bertumbuh.
"Sekarang ini saatnya masuk proses koreksi itu. Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tumbuh positif, belum masuk krisis maupun resesi. Sedangkan Brazil sebaliknya. Pertumbuhan ekonomi Malaysia dan Thailand terpuruk lebih dalam," terang dia.
Perlambatan ekonomi nasional, tambah Tiko, diperburuk dengan bumbu-bumbu intrik politik yang menambah sentimen negatif para pelaku pasar. Kisruh politik, sambungnya, memperkeruh keadaan.
"Sebenarnya ini murni masalah ekonomi, tapi ditambah bumbu-bumbu politik, jadi makin gaduh suasananya. Investor melihat ini tidak baik. Tapi ini perlambatan tidak akan dalam, tapi lama," kata Tiko.‎ (Fik/Ahm)