Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) merasa terusik dengan permintaan Saudi Aramco untuk masuk ke bisnis penjualan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia. Perusahaan minyak asal Arab Saudi ini sebelumnya sudah menyatakan minat membangun kilang pengolahan minyak dan tangki penyimpanan di Tanah Air.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan, permintaan Saudi Aramco membangun kilang dan tangki penyimpanan minyak bukan lagi pada insentif, melainkan jatah berbisnis di Indonesia.
Saudi Aramco pernah meminta insentif tax holiday kepada pemerintah Indonesia selama 30 tahun untuk merealisasikan pembangunan kilang minyak. Namun klausul itu ditolak pemerintah.
"Perbedaannya saat ini mereka meminta bisa masuk ke hilir. Untuk distribusi sampai ke hilir (penjualan BBM). Mereka ingin bisa menjual ke hilir," ujar Darmin saat ditemui di kantornya, Jakarta, Rabu (16/9/2015).
Sayangnya, kata Darmin, Pertamina merasa keberatan dengan permintaan Saudi Aramco. Sebab selama ini, sambungnya, bisnis penjualan BBM sampai ke tangan konsumen sudah dilakoni Badan Usaha Milik Negara (BUMN) migas itu.
"Pertamina masih keberatan, karena selama ini kan itu areanya Pertamina," tegasnya.
Namun Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) itu enggan menyebut jika Pertamina takut bersaing dengan Saudi Aramco. "Bukan pesaing lah, kan (kalaupun menjual BBM), harga tidak boleh beda, harus sama," cetus Darmin.
Sebelumnya, Direktur Pengolahan Pertamina Rachmad Hardadi menyambut baik komitmen Saudi Aramco membangun kilang minyak dan tangki penyimpanan minyak di Indonesia. Hal ini sejalan dengan cita-cita Pertamina dalam memperkuat pengolahan minyak mentah menjadi BBM di dalam negeri untuk memperkuat ketahanan energi.
"Dari kunjungan Presiden Jokowi ke Arab Saudi maka raja Arab Saudi memerintahkan Saudi Aramco merespons permintaan Presiden. Saudi Aramco akan bangun kilang, ini sejalan apa yang sedang berjalan," kata Hardadi.
Hardadi mengungkapkan, penambahan kapasitas kilang dilakukan dengan dua skema. Pertama meningkatkan kehandalan dan kapasitas kilang yang sudah beroperasi dengan Residual Fluid Catalytic Cracking (RFCC), Refining Development Master Plan (RDMP) atau dengan membangun kilang baru dalam kawasan kilang yang sudah ada dan murni membangun kilang dari awal.
"Jadi pembangunan kilang ada dua jalur meningkatkan kilang eksisting dan membangun baru dalam kawasan eksisting RDMP, kedua betul membangun kilang baru," kata Hardadi.
Menurut Hardadi, saat ini Pertamina sedang menanti Peraturan Presiden tentang percepatan pembangunan kilang untuk mendorong pembangunan kilang di Indonesia.
"Tahapannya kita tunggu Perpres turun untuk proyek percepatan pembangunan kilang. Ini pakai bentuk kerja sama pemerintah dan badan usaha. Jadi bisa dengan Saudi Aramco dan lain-lain," ujar Hardadi. (Fik/Gdn)