Liputan6.com, Jakarta - Pembakaran hutan secara liar menyisakan kabut asap di sejumlah daerah di Sumatera dan Kalimantan. Kondisi tersebut mengancam perekonomian Indonesia, karena mengganggu kegiatan sehari-hari masyarakat termasuk beberapa sektor ekonomi.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin memperkirakan, akan terjadi penurunan pada sektor transportasi udara akibat peristiwa kabut asap yang melanda daerah Sumatera Selatan, Riau, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan.
"Banyak maskapai menghentikan penerbangan, jadi sektor angkutan udara bisa menurun. Tapi bisa dikompensasi dari penumpang yang beralih dari menggunakan moda transportasi pesawat terbang ke angkutan darat dan laut," ujar dia saat Konferensi Pers di kantornya, Jakarta, Kamis (1/10/2015).
Advertisement
Menurut Suryamin, beberapa provinsi yang hitam pekat akibat pembakaran hutan dan kabut asap merupakan daerah penghasil perkebunan, seperti kelapa sawit, karet dan sebagainya. Kondisi ini berdampak pada pendapatan asli daerah (PAD) yang biasa ditopang dari ekspor komoditas tersebut.
"Pendapatan daerah tentu terganggu dari pengiriman ekspor komoditas perkebunan yang terhenti akibat kabut asap. Produksi pun terganggu, di samping anjloknya harga komoditas ini. Tapi untungnya pemerintah bergerak cepat menghentikan kabut asap," terang dia.
Dalam kesempatan sama, Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa BPS, Sasmito Hadi Wibowo menambahkan, pemerintah daerah Sumatera Selatan, Riau, Jambi, Bangka Belitung dan provinsi lain harus menanggung beban pengeluaran kesehatan yang meningkat akibat kabut asap.
"Kenaikan pengeluaran kesehatan gara-gara bencana ini mencapai 1,1 persen, selain penurunan sektor transportasi udara. Karena dikompensasi transprotasi darat dan laut, jadi pendapatan yang hilang bisa tertutup," paparnya.
Dia mengatakan, meski begitu, aktivitas ekonomi di daerah bencana itu tidak akan sampai pada tahap berhenti meski ada kabut asap. Pasalnya, masyarakat masih bisa menggunakan masker dan tetap bekerja melakukan kegiatannya sehari-hari.
Hanya saja, Sasmito bilang, ekspor produk kelas atas, misalnya seperti ikan kerapu akan terganggu karena penerbangan tersendat. Dengan begitu, harga jual produk mahal ini berpotensi mengalami kenaikan dan pengeluaran orang kaya untuk membeli produk tersebut meningkat.
"Tapi musim hujan akan tiba di Oktober ini, sehingga seluruh asap bakal berkurang drastis," ujar Sasmito. (Fik/Zul)