JK Pertanyakan Data Produksi Padi RI, Ini Pembelaan BPS

Wapres JK meminta BPS mengevaluasi data proyeksi atau angka ramalan (aram) I produksi padi 2015 mencapai 75,55 juta ton gabah kering giling.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 01 Okt 2015, 21:10 WIB
Diterbitkan 01 Okt 2015, 21:10 WIB
El Nino berdampak pada penurunan produksi padi
El Nino berdampak pada penurunan produksi padi (Reuters)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan pembelaan mengenai desakan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) supaya Lembaga ini mengevaluasi data proyeksi atau angka ramalan (aram) I produksi padi 2015 mencapai 75,55 juta ton gabah kering giling (GKG).

Kepala BPS, Suryamin mengungkapkan, perhitungan produksi padi, BPS bekerjasama dengan Kementerian Pertanian (Kementan) di tingkat Kecamatan. Produksi padi merupakan hasil perkalian antara produktivitas dengan luas panen. Produktivitas (produksi per hektare/ha) diitung dari survei yang disebut ubinan.

"Jadi perhitungannya dilakukan BPS dan Kementan, kalau itung sendiri tidak punya tenaga. Setelah diitung hasilnya 5,2 ton per ha. Jadi aram I 75,55 juta ton dari hasil bersama-sama, prosentase BPS diperhitungan ini 25 persen, tapi kita yang finalisasi dan rilis," ujar dia di Jakarta, Kamis (1/10/2015).

Menurut Suryamin, aram I produksi padi 75,55 juta ton belum memasukkan adanya kemarau berkepanjangan atau El Nino. Namun pada aram II yang rencananya akan dirilis pada November ini, akan memasukkan realisasi produksi padi ditambah ramalan produksi padi akibat El Nino.

"Nanti di aram II, kami masukkan forecast produksi padi termasuk dampak El Nino. Luas tanam kan juga berubah. Kami akan rilis aram II produksi padi pada November 2015," cetus dia.

Sebelumnya, JK meminta evaluasi soal data proyeksi atau aram produksi padi 2015 yang dirilis BPS. Pada aram I, BPS mencatat produksi beras mencapai 75,55 juta ton GKG.

"Saya minta dievaluasi kembali angka-angka karena angka produksi (padi) 75 juta ton itu. Kalau 75 juta ton berarti rata-rata orang Indonesia makan 175 kg per tahun, itu tidak mungkin. Di mana surplusnya? Kenapa kita impor?" tanya JK. (Fik/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya