Menteri Susi Minta Pengusaha Serap Stok Rumput Laut

Indonesia kuasai lebih dari 50 persen produk rumput laut dunia

oleh Septian Deny diperbarui 10 Okt 2015, 20:30 WIB
Diterbitkan 10 Okt 2015, 20:30 WIB
20151006- Susi Pudjiastuti Preskon Kapal MV SS2-Jakarta
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menggelar konferensi pers di Jakarta, Selasa (6/10/2015). Susi mengabarkan pengadilan negeri Sabang menolak putusan praperadilan yang diajukan pemilik kapal MV SS2. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Guna mengatasi masalah penurunan harga rumput laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan mendorong asosiasi dan pengusaha untuk menyerap stok rumput laut yang dimiliki pembudidaya di Indonesia.

KKP bersama seluruh asosiasi rumput laut juga sepakat para pembudidaya rumput laut harus mendapatkan manfaat ekonomi.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menjelaskan, berdasarkan hasil identifikasi, rumput laut yang harganya menurun adalah jenis gracilaria. Hal ini disebabkan oleh pasokan dari pembudidaya yang lebih banyak dibandingkan dengan kebutuhan pasar.

"Untuk dapat mempertahankan harga rumput laut perlu kontinyuitas produksi sehingga harga tetap stabil," ujar Susi dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu (10/10/2015).

Terkait hal itu, lanjut dia, asosiasi juga akan melakukan pendataan kebutuhan bahan baku rumput laut pada semua anggota asosiasi masing-masing untuk melakukan pembelian stok rumput laut yang dimiliki oleh pembudidaya rumput laut Indonesia.

"Asosiasi Pembudidaya Rumput Laut Indonesia (ASPERLI) akan membantu menyerap kelebihan produksi rumput laut baik Gracilaria maupun Cottonii dengan patokan harga Rp 6.000 per kg untuk Gracilaria dengan kadar air 16 persen-18 persen dan Rp 8.000 per kg untuk Cottonii dengan kadar air 35 persen-36 persen," kata Susi.

Susi menjelaskan, iklim tropis yang dimiliki Indonesia menjadi tempat tumbuh suburnya rumput laut dengan sekitar 555 jenis. Bahkan saat ini Indonesia menguasai lebih dari 50 persen produk rumput laut hasil budidaya dunia berasal dari jenis Eucheuma cottonii, Eucheuma spinosum dan Glacillaria sp.

Data sementara dari Asosiasi Industri Rumput Laut Indonesia (ASTRULI) menyebutkan bahwa kebutuhan gracilaria dunia adalah sekitar 550 ribu ton per tahun.

Di samping itu, berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya KKP pada 2014, potensi lahan rumput laut yang dimiliki Indonesia juga cukup besar yaitu 12,1 juta hektar (ha). Namun sayangnya yang baru dimanfaatkan hanya sekitar 2,68 persen atau 352.825,12 ha.

"Sedangkan produksi rumput laut (basah) Indonesia sebesar 9,2 juta ton pada tahun 2013 dan meningkat pada tahun 2014 yaitu sebesar 10,2 juta ton," ungkapnya.

Susi juga mengatakan, untuk volume ekspor rumput laut Indonesia pada 2013 mencapai sebesar 181.924 ton dengan nilai US$ 209,7 juta. Angka ini meningkat pada 2014 menjadi sebesar 206.452 ton dengan nilai US$ 279,5 juta.

"Sehubungan dengan data tersebut, menunjukan bahwa usaha budidaya rumput laut saat ini telah memberikan kontribusi nyata pada peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir di seluruh Indonesia, khususnya di wilayah-wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil," tutur Susi. (Dny/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya