Produk Mainan RI Bakal Kalah Saing Saat MEA Berlangsung

Indonesia kalah pada produk mainan yang menggunakan motor listrik, seperti mainan dengan remote control.

oleh Septian Deny diperbarui 07 Des 2015, 10:01 WIB
Diterbitkan 07 Des 2015, 10:01 WIB
20151103-Mainan Lokal yang Makin Terpinggirkan oleh Produk Impor-Jakarta
Calon pembeli melihat-lihat mainan lokal yang terbuat dari kayu di kios penjual mainan di kawasan Pasar Minggu, Jakarta, Selasa (3/11). Membanjirnya mainan anak asal China mengancam produksi mainan dalam negeri. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Liputan6.com, Jakarta - Pelaku industri mainan di dalam negeri khawatir Indonesia akan dibanjiri produk mainan dari negara lain saat berlangsungnya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal tahun depan.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Mainan Indonesia (APMI), Sudarman Wijaya mengatakan, Indonesia sebenarnya memiliki keunggulan untuk mainan-mainan non-elektronik seperti boneka kain dan boneka kayu.

"Kami sangat kuat di boneka kain, boneka kayu, cukup kuat di mainan plastik, itu tidak masalah," ujarnya di Jakarta, Senin (7/12/2015).

Namun sayangnya Indonesia kalah pada produk mainan yang menggunakan motor listrik, seperti mainan dengan remote control.

"Yang bermasalah (saat MEA berlangsung) mainan yang mengandung unsur teknologi seperti remot kontrol dengan motor, karena belum ada produsen di dalam negeri yang buat mainan jenis itu secara komplit," kata dia.

Dalam hal mainan jenis ini, lanjut Sudarman, Indonesia kalah dengan Thailand. Negeri gajah putih tersebut telah mampu membuat mainan dengan motor listrik. Hal ini membuat industri khawatir tidak mampu bersaing saat MEA nanti.

"Thailand sudah cukup maju di industri plastik dan memakai motor. Makanya Thailand perlu dikhawatirkan karena Thailand punya lebih bagus dari pada kita. Kalau di luar ASEAN yang kita khawatirkan China, karena mereka untuk biaya produksinya lebih rendah dari Indonesia," jelasnya.

Meski demikian, jenin mainan non-elektronik yang diproduksi di Indonesia masih memiliki pangsa pasar tersendiri, terutama di wilayah Amerika dan Eropa.

"Untuk mainan boneka, kita produsen besar, ekspor kita ke kawasan Amerika, Eropa, Jepang, Timur Tengah. Itu pasar-pasar yang masih butuh mainan seperti itu. Kalau di ASEAN mungkin ke Singapura dan Malaysia, cuma jumlahnya tidak terlalu banyak. Kalau total ekspor kita US$ 5 juta, paling porsinya nggak sampai 5 persen."


Namun, industri lokal juga perlu mempersiapkan diri dan meningkatkan kemampuan produksinya sesuai dengan permintaan pasar ASEAN jika tidak mau kalah bersaing. Pasalnya, eksistensi mainan non-elektronik diperkirakan tidak akan berlangsung lama.

"Kalau pasar ASEAN kan sekarang lebih cenderung ke gadget. Jadi dalam 10 tahun ke depan tren akan berubah ke gadget, skrng saja orang sudah pakai video game atau main di ponsel. Mainan yang lebih tradisional mungkin masih ada tetapi akan berkurang drastis," tandasnya.

 
 

Tag Terkait

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya