Revisi Aturan Alokasi Gas Diminta Libatkan Aparat Hukum

Menteri ESDM Sudirman Said benar-benar menjalankan aturan alokasi gas.

oleh Nurmayanti diperbarui 23 Des 2015, 17:05 WIB
Diterbitkan 23 Des 2015, 17:05 WIB
Pemerintah Incar Rp 6,2 Triliun dari Kenaikan Harga LNG Tangguh
Pemerintah sudah mengirim tim renegosiasi harga gas tangguh.

Liputan6.com, Jakarta - Revisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 37/2015 tentang ketentuan dan tata cara penetapan alokasi dan pemanfaatan serta harga gas bumi diminta ikut melibatkan institusi lain.

Institusi yang dimaksud seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, hingga Kepolisian untuk mengawasi proses perbaikan regulasi yang mengatur soal tata cara penetapan alokasi dan pemanfaatan serta harga gas bumi tersebut.

Firdaus Ilyas, Koordinator Divisi Monitoring dan Analisa Anggaran Indonesia Corruption Watch (ICW), meminta sejumlah lembaga hukum untuk ikut mengawasi sektor gas bumi agar tak terjadi penyelewengan.

Pasalnya, jelas Firdaus, seringkali ada pihak yang tidak punya hak ikut seperti dalam mendapatkan alokasi gas karena dekat dengan kekuasaan.

"Misalnya melalui regulasi. Praktik pemburu rente ini harus diberantas karena membuat tata kelola gas menjadi tidak efisien," ujar dia di Jakarta, Rabu (23/12/2015).

Firdaus pun meminta Menteri ESDM Sudirman Said benar-benar menjalankan aturan alokasi gas dan tidak merevisi aturan yang telah diteken tersebut.

Dia menegaskan, kalau kondisi seperti itu tidak diperbaiki akan berdampak besar bagi industri gas nasional.

Marwan Batubara dari Indonesian Resources Studies (IRESS), juga meminta Menteri ESDM tidak menuruti keinginan para trader gas dalam revisi Permen ESDM No 37/2015.

"Tujuan awal dikeluarkannya Permen ESDM No 37/2015 itu adalah untuk pengelolaan sektor gas yang lebih baik. Jika pemerintah merevisi Permen maka sama saja pemerintah tidak mematuhi amanat konstitusi, tidak pro terhadap kepentingan konsumen dan industri serta hanya mementingkan para trader yang notabene para pemburu rente," ujar dia.

Marwan menilai sistem liberal gas sekarang ini membuat BUMN tidak mendapat alokasi gas hingga berujung harga gas menjadi mahal.

Dia menambahkan, keinginan pemerintah merevisi permen menjadi indikasi awal jika kebijakan pemerintah tidak pernah konsisten.

Dia pun meminta adanya pengawasan terkait rencana revisi permen alokasi gas. Sebab revisi dikhawatirkan bakal memberi peluang bagi trader yang memiliki infrastruktur untuk mendapat alokasi gas, sehingga dikhawatirkan bakal mengambil pasar BUMN.

Dia menambahkan, jika revisi tersebut dilakukan, maka pemerintah harus menjamin perantara tidak membangun di wilayah infrastruktur yang telah dibangun BUMN dan melarang mereka menjual gas selain kepada konsumen.
 
Menurut Marwan, jika pihak swasta masih ingin berbisnis gas, maka harus ada aturan yang dipenuhi. Misalnya, dengan membangun infrastruktur dan bukan di wilayah eksisting.

Kemudian, jika swasta membangun di wilayah yang baru harus melakukan koordinasi dengan BUMN dan BUMD. Lalu, swasta tidak mendapat alokasi gas langsung dari hulu.
 
"Jika persyaratan itu tidak dipenuhi, maka harga gas akan akan tetap tinggi dan perluasan infrastruktur akan gagal terwujud. Jika demikian, maka niat merevisi Permen harus diurungkan," ujar Marwan. (Nrm/Ahm)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya