Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perhubungan telah mengevaluasi ketepatan waktu atau On Time Performance (OTP) Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri periode Juli-Desember 2015 terhadap 15 maskapai berjadwal dalam negeri.
Berdasarkan evaluasi yang dilakukan terhadap 15 maskapai itu, terdapat 356.621 penerbangan pada periode tersebut. Dari hasil evaluasi tercatat persentase penerbangan yang mengalami keterlambatan atau delay sebesar 20,74 persen atau 73.950 penerbangan.
Lalu dari hasil evaluasi kepada 15 maskapai berjadwal dalam negeri tersebut, maskapai mana yang sering mengalami keterlambatan?
Advertisement
Ada tiga maskapai dengan persentase keterlambatan tertinggi. Maskapai itu antara lain Trigana Air dengan persentase 45,74 persen atau sebanyak 2.384 penerbangan mengalami delay, dari total 5.212 penerbangan.
Kedua, Susi Air dengan persentase 34,96 persen atau sebanyak 7.271 penerbangan delay dari total 20.801 penerbangan. Ketiga, Travel Express dengan persentase 33,28 persen atau sebanyak 1.717 penerbangan delay dari total 5.159 penerbangan.
Advertisement
Baca Juga
Faktor Sebabkan Keterlambatan Waktu Penerbangan
Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenhub J.A Barata menuturkan dari evaluasi itu ditemukan sejumlah faktor yang menyebabkan terjadinya keterlambatan.
Pertama, faktor teknis operasional, yaitu faktor keterlambatan yang disebabkan faktor kondisi bandara (di luar manajemen maskapai) seperti bandara tidak dapat digunakan, keretakan landasan pacu, keterlambatan pengisian bahan bakar, dan terjadinya antrean pesawat yang akan take off maupun landing di bandara.
"Faktor itu menyumbang 32,75 persen atau sebanyak 24.216 penerbangan dari total keterlambatan penerbangan ke-15 maskapai pada periode itu," kata Barata dalam keterangan yang diterbitkan, Selasa (2/2/2016).
Ia menambahkan, faktor teknis operasional juga turut menyebabkan terjadinya keterlambatan penerbangan atau delay. Bahkan faktor tersebut menyumbang 49,63 persen atau sebanyak 36.702 penerbangan. Angka tersebut merupakan terbesar dari faktor lainnya.
"Faktor nonteknis operasional antara lain keterlambatan penumpang yang disebabkan karena manajemen maskapai seperti keterlambatan kru pesawat, keterlambatan katering, keterlambatan karena menunggu penumpang yang akan check-in, ketidaksiapan pesawat dan keterlambatan penanganan di darat," ucap Barata.
Ketika, faktor cuaca dengan persentase 15,84 persen atau sebanyak 11.713 penerbangan. Keempat, faktor lain yaitu faktor keterlambatan penerbangan yang disebabkan di luar manajemen maskapai, teknis operasional, dan cuaca seperti adanya kerusuhan dan demonstrasi di bandara. "Faktor itu menyumbang 2,57 persen atau sebanyak 1.902 penerbangan," kata dia.
Sedangkan faktor yang menyebabkan terjadinya pembatalan penerbangan (cancel) karena faktor teknis operasional dengan persentase 0,5 persen atau sebanyak 370 penerbangan. Kedua, faktor nonteknis operasional 2 persen atau sebanyak 1.481 penerbangan. Ketiga, faktor cuaca 7,74 persen atau sebanyak 5.726 penerbangan. "Keempat faktor lain-lain 0,13 persen atau sebanyak 94 penerbangan," kata dia. (Yas/Ahm)