Investasi Pariwisata di Bali Sudah Maksimal

Beberapa tokoh masyarakat Bali menolak rencana investor untuk revitalisasi pariwisata di pulau tersebut dengan jalan reklamasi.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 29 Feb 2016, 17:04 WIB
Diterbitkan 29 Feb 2016, 17:04 WIB
Aksi Bersih Pulau Pudut demi Tolak Reklamasi Teluk Benoa
Warga meminta pemerintah untuk tidak memaksakan kehendaknya untuk mereklamasi Teluk Benoa.

Liputan6.com, Jakarta - Beberapa tokoh masyarakat Bali menolak rencana investor untuk revitalisasi pariwisata di pulau tersebut dengan jalan reklamasi. Penolakan para tokoh tersebut disampaikan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) Susi Pudjiastuti pada Senin (29/2/2016) siang.

Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali Ida Bagus Ngurah Wijaya mengatakan, kondisi pariwisata Bali saat ini sudah padat. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh GIPI, jumlah kamar penginapan tersedia sekitar 130 ribu kamar dengan tingkat keterisian 50 persen.

"Diketahui Bali sudah dikembangkan secara berlebihan, studi terakhir 130 ribu kamar, dan sudah terisi 50 persen. Tata ruang Bali sudah rusak sekarang, saya tak tahu tujuan revitalisasi untuk wisata, akan dibangun akomodasi akan menambah fasilitas. Maka dari itu, kami menyampaikan supaya dipertimbangkan revitalisasi dengan tujuan pariwisata tersebut," jelasnya,Jakarta, Senin (29/2/2016).

Ketua Aliansi Masyarakat Pariwisata Bali (AMPB) Gusti Kade Sutawa menambahkan, pengembangan investasi pariwisata di Bali sudah tidak baik. Perbankan sendiri, sudah enggan memberikan pinjaman untuk pengembangan wisata.

"Pernyataan dari Presiden Jokowi di media 2 tahun lalu yang bilang tourism kills tourism. Bagus sekali, bahwa Bali selatan sudah penuh, itu pernyataan Jokowi sendiri. Jadi jangan lagi ditambah fasilitas pariwisata di Bali selatan," katanya.

Dia mengatakan, jika dipaksakan maka akan menimbulkan permasalahan baru. Apalagi, hotel telah menjamur di Bali sehingga terjadi perang tarif.

Berdasarkan penilitiannya, harga hotel berbintang di Bali mencapai Rp 250 ribu-Rp 300 ribu. Menurutnya, murahnya harga hotel menunjukan kondisi yang tidak sehat.

"Itu sangat tidak sehat. Motivasi pegawai turun, return on investment jadi lama jadi hal demikian bisa akan membuat Bali jadi ditinggalkan wisatawan. Karena murah itu nggak selamanya baik," tandas dia. (Amd/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya