Liputan6.com, Jakarta - Lebaran Ketupat, atau Bakda Kupat, merupakan perayaan tahunan yang jatuh pada tanggal 8 Syawal, seminggu setelah Idul Fitri. Perayaan ini, yang terutama dirayakan di Jawa, bukan sekadar tradisi makan-makan, tetapi sarat makna spiritual, sosial, dan kultural. Tradisi lebaran ini menandai berakhirnya rangkaian ibadah puasa Ramadhan dan Syawal, dirayakan dengan suka cita, berkumpul keluarga, dan menikmati hidangan khas seperti ketupat.
Sejarah Lebaran Ketupat berakar pada masa penyebaran Islam di Jawa, dengan Sunan Kalijaga sebagai tokoh kunci dalam akulturasi budaya Jawa dan ajaran Islam. Beliau yang mempopulerkan istilah 'Bakda Lebaran' dan 'Bakda Kupat', menandai dua periode perayaan penting setelah Idul Fitri. Ketupat sendiri, dengan proses pembuatannya yang penuh makna, dari menganyam janur hingga memasak beras di dalamnya, telah menjadi simbol tak terpisahkan dari perayaan ini.
Baca Juga
Di setiap daerah, perayaan Lebaran Ketupat memiliki keunikannya, namun esensinya tetap sama: mempererat silaturahmi dan rasa syukur. Meskipun modernisasi terus berkembang, Lebaran Ketupat tetap relevan dan bahkan menjadi daya tarik wisata budaya.
Advertisement
Makna Filosofis Ketupat
Kata "kupat" dalam bahasa Jawa merupakan akronim dari "ngaku lepat" (mengakui kesalahan) dan "laku papat" (empat tindakan: lebaran, luberan, leburan, dan laburan). Ini merepresentasikan refleksi diri, penyucian jiwa, dan permohonan maaf setelah bulan Ramadhan. Hal ini diunkap oleh dosen Aqidah Filsafat Islam di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, seperti dikutip dari laman Sehatnegeriku.Â
Tradisi yang telah berlangsung turun-temurun ini mencerminkan momen introspeksi, saling memaafkan, dan mempererat tali silaturahmi.Â
Di era modern, makna Lebaran Ketupat tetap relevan. Nilai-nilai kebersamaan, pengakuan kesalahan, dan saling memaafkan semakin penting di tengah kehidupan yang individualistis. Tradisi ini menjadi pengingat akan pentingnya menjaga hubungan sosial dan nilai-nilai kemanusiaan.
Simbolisasi KetupatÂ
Lebih lanjut, Sunan Kalijaga juga mengaitkan ketupat dengan konsep "laku papat" atau empat tindakan utama dalam merayakan Idulfitri, baik secara lahir maupun batin. Secara lahir, laku papat mencakup takbir, zakat, salat Id, dan silaturahmi. Sementara secara batin, terdapat empat filosofi utama:
- Lebaran, yang melambangkan tuntasnya ibadah Ramadan.
- Luberan, yang berarti ajakan untuk berbagi melalui zakat dan sedekah.
- Leburan, yang menekankan pentingnya melebur dosa dan saling memaafkan.
- Laburan, yang melambangkan penyucian hati dan kembali ke fitrah.
Bungkus ketupat yang terbuat dari janur atau daun kelapa muda juga memiliki makna spiritual. Janur merupakan singkatan dari "jatining nur" atau cahaya sejati, yang melambangkan kesucian dan orientasi kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Bentuk ketupat yang persegi empat juga mengacu pada filosofi "kiblat papat limo pancer", yaitu empat arah mata angin dengan pusatnya adalah Allah SWT. Simbolisme anyaman ketupat juga mencerminkan kerekatan sosial, di mana manusia perlu bekerja sama untuk mencapai kehidupan yang harmonis.Â
Proses pembuatan ketupat sendiri juga sarat makna. Menganyam janur membutuhkan ketelitian dan kesabaran, mencerminkan usaha untuk mencapai kesempurnaan spiritual. Sedangkan beras yang dimasak di dalamnya melambangkan rezeki dan harapan untuk masa depan yang lebih baik.
Advertisement
Perkembangan Tradisi Lebaran Ketupat
Perayaan Lebaran Ketupat, awalnya sederhana, kini berkembang menjadi momentum penting yang dinantikan setiap tahun. Beberapa kota bahkan menggelar festival khusus untuk memperingatinya. Bagi generasi muda, perayaan ini menjadi sarana untuk belajar dan memahami kearifan lokal, akulturasi budaya Jawa dan Islam.
Meskipun cara perayaannya mungkin telah mengalami penyesuaian dengan perkembangan zaman, esensi dan nilai-nilai luhur tetap terjaga. Lebaran Ketupat menjadi bukti harmonisasi tradisi lokal dan ajaran Islam, menciptakan warisan budaya yang kaya makna dan memperkuat ikatan sosial dan spiritual.
Berbagai ritual dan kegiatan dalam perayaan ini, seperti menganyam ketupat bersama-sama dan berbagi makanan, semakin memperkuat nilai-nilai luhur seperti kerendahan hati, pengakuan kesalahan, dan pentingnya silaturahmi. Nilai-nilai ini tetap relevan dan dibutuhkan di era modern.
Tradisi Lebaran Ketupat di Berbagai Daerah
Meskipun inti perayaan Lebaran Ketupat serupa, setiap daerah di Indonesia memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri. Mulai dari cara menganyam ketupat, hidangan yang disajikan, hingga ritual yang dilakukan, semuanya mencerminkan kearifan lokal masyarakatnya. Ini menunjukkan kekayaan budaya Indonesia yang beragam namun tetap bersatu dalam perayaan keagamaan.
Sebagai contoh, di beberapa daerah, Lebaran Ketupat dirayakan dengan berbagai acara hajatan dan reuni keluarga. Ini menjadi momen untuk mempererat tali silaturahmi dan berbagi kebahagiaan bersama sanak saudara. Di daerah lain, mungkin terdapat ritual atau tradisi unik lainnya yang spesifik untuk daerah tersebut.
Keberagaman ini justru memperkaya makna Lebaran Ketupat dan menjadikannya perayaan yang unik dan menarik. Perbedaan ini tidak mengurangi nilai-nilai inti perayaan, melainkan justru memperkuat identitas budaya masing-masing daerah.
Kesimpulan: Lebaran Ketupat merupakan warisan budaya Indonesia yang kaya makna dan perlu dilestarikan. Tradisi ini mengajarkan nilai-nilai luhur seperti kerendahan hati, saling memaafkan, dan pentingnya silaturahmi, nilai-nilai yang tetap relevan di era modern. Keberagaman perayaannya di berbagai daerah menunjukkan kekayaan budaya Indonesia yang patut dijaga dan diwariskan kepada generasi mendatang.
Advertisement
