Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan Harga Batu bara Acuan (HBA) mengalami kenaikan 1,13 persen untuk Maret 2016 dari HBA Februari 2016.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Bambang Gatot mengatakan,HBA untuk periode Meret 2016 sebesar US$ 51,62 per ton naik dari HBA Februari kemarin sebesar US$ 50,92 per ton.
"Harga batu bara bulan Maret mengalami kenaikan," kata Bambang, seperti dikutip di Jakarta, Selasa (15/3/2016).
Advertisement
Bambang menuturkan, sedikit kenaikan harga batu bara tersebut disebabkan oleh penyerapan batu bara di dalam negeri yang meningkat. Hal itu didukung kenaikan konsumsi listrik sehingga Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang membutuhkan lebih banyak batu bara sebagai sumber energi. "Penyerapan domestik lebih banyak lagi. Pasar sudah mulai bagus," ujar Bambang.
Terkait dengan harga batu bara untuk kelistrikan, Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menyatakan pemerintah tidak akan mensubsidi batu bara untuk bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Â
Baca Juga
Untuk meringankan pengusaha yang dibutuhkan hanya regulasi dan fasilitas negosiasi antara pengusaha batu bara dan pengembang listrik.
"Tidak harus subsidi karena yang dibutuhkan adalah regulasi dan fasilitasi antara perusahan Batu bara dan perusahaan listrik yang membutuhkannya," tutur Sudirman
Sudirman menuturkan, fasilitas negosiasi tersebut bertujuan untuk mencari harga yang cocok antara pengusaha batu bara dengan pengembang listrik dengan begitu saling menguntungkan. ‎"Supaya ketemu harga yang kita sebut keseimbangan. Dan sudah mulai bicara," ujar Sudirman.
Sudirman melanjutkan, ‎permasalahan harga batu bara untuk pembangkit listrik tersebut karena belum terbentuknya mekanisme pasar, instansinya hanya mendorong harga batubara yang menguntungkan pengusaha dan sesuai kemampuan pengembang pembangkit listrik.
Kementerian ESDM akan mencari solusi harga batu bara yang sesuai dengan ke‎untungan pengusaha dan kemampuan pembangkit listrik, agar produksi batubara mencukupi saat program kelistrikan 35 ribu Mega Watt (MW) berjalan.
Sebelumnya telah mendapat informasi dari Asosiasi P‎ertambangan Batubara Indonesia (APBI) tentang kondisi harga batu bara yang dibeli Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), dengan harga saat ini dikhawatirkan pasokan batubara tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan pembangkit. ‎"Apabila keadaan batu bara seperti ini, dikhawatirkan kita tidak cukup pasokan," tegas dia.
Sudirman menambahkan, kekurangan pasokan tersebut bukan karena minimnya cadangan batu bara yang ada, tetapi karena harga batu bara yang tidak sesuai keekonomian sehingga pengusaha lebih memilih menghentikan kegiatan produksi.
Sudirman menambahkan, instansinya akan mengadakan disuksi antara pengusaha batubara dan pengusaha pembangkit listrik, PLN untuk mencari jalan keluar, sehingga menciptakan kondisi saling menguntungkan pengusaha batu bara mendapat harga sesuai keekonomian dan pengusaha pembangkit listrik tetap mampu membeli batubara.
"Harus ada keseimbangan harga baru yang oleh pengusaha batubara cukup ekonomis untuk menambang, dan pengusaha listrik cukup ekonomis untuk membeli. Diskusi dengan PLN, asosiasi batu bara, dan IPP yang menggunakan batu bara sebagai energi primer," ‎kata Sudirman. (Pew/Ahm)