Kemenkeu, BI dan OJK Jalin Kerja Sama Perdalam Pasar Keuangan RI

Indonesia memiliki keterbatasan likuiditas dibanding negara tetangga sehingga pasar keuangan di Tanah Air belum optimal.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 08 Apr 2016, 14:15 WIB
Diterbitkan 08 Apr 2016, 14:15 WIB
Mau Bawa RI Jadi Pusat Keuangan Dunia, Tiga Instansi Ini Teken Perjanjian.
Mau Bawa RI Jadi Pusat Keuangan Dunia, Tiga Instansi Ini Teken Perjanjian. (Foto: Fiki Ariyanti/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Pasar keuangan Indonesia sangat jauh tertinggal dibanding negara-negara Asia sehingga menimbulkan keterbatasan dana dalam rangka mendukung pembangunan nasional. Tiga instansi keuangan tertinggi kompak mendorong pengembangan dan pendalaman pasar keuangan Indonesia supaya menjadi pusat dunia.

Penandatanganan nota kesepahaman Pengembangan dan Pendalaman Pasar Keuangan untuk Mendukung Pembiayaan Pembangunan Nasional dilaksanakan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo, serta Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad.

Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo saat Konferensi Pers mengungkapkan, forum kerja sama ini diharapkan dapat membuat pasar keuangan Indonesia lebih dalam, likuid, dan efisien. Dengan begitu, pasar keuangan nasional dapat menyamai, bahkan mengungguli negara lain.

"Kami ingin mengejar ketertinggalan pendalaman pasar keuangan dibanding beberapa negara setara di Asia. Kami ingin Indonesia jadi menjadi pusat pasar keuangan dunia, seperti Singapura dan Hong Kong," jelasnya di kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat (7/4/2016).

Indonesia, kata Agus, harus mempunyai pasar keuangan yang tahan terhadap gejolak supaya bisa mendukung ketersediaan dana yang berkesinambungan untuk pembangunan. Di samping itu, ada alternatif pembiayaan pembangunan dari pendalaman pasar keuangan, tidak melulu didanai dari perbankan yang porsinya mencapai 72 persen.

"Kami juga akan aktifkan pasar uang antar bank, kalau dananya lebih bisa ditempatkan di bank lain yang likuiditasnya ketat. Instrumennya bisa dengan REPO, dan lainnya," ujar Agus.

Sementara itu, Menkeu Bambang Brodjonegoro mengatakan, Indonesia memiliki keterbatasan likuiditas dibanding negara tetangga sehingga pasar keuangan di Tanah Air belum optimal.

Dari datanya, Dana Pihak Ketiga (DPK) di Indonesia relatif rendah hanya 40,7 persen dari PDB. Sedangkan Singapura sudah mencapai 137 persen, Malaysia 94 persen dan Filipina 55 persen. Nilai transaksi di pasar modal baru 45,2 persen dari PDB, sedangkan Thailand dan Malaysia masing-masing 104 persen dan 156 persen dari PDB.

"Keberadaan pasar keuangan adalah faktor penting untuk ketersediaan dana bagi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, berkesinambungan dan inklusif. Kerjasama ini diharapkan menjadi langkah awal yang baik untuk intensif mendukung pembiayaan ekonomi nasional sesuai amanat UUD 1945," tegasnya.

Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad menambahkan, pendalaman pasar keuangan merupakan sebuah keniscayaan. Pasalnya, sebuah negara dikatakan maju ditandai dengan semakin tingginya pendalaman pasar keuangan.

"Rasio aset keuangan kita terhadap PDB masih relatif rendah, tapi ruang untuk tumbuh dan berkembang masih sangat besar. Pendalaman pasar keuangan ini harus diikuti dengan pengawasan agar pendalaman ini tidak selalu diasosiasikan dengan risiko yang besar juga," terangnya.

Dirinya berharap, dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 5 persen per tahun, rasio aset bank terhadap PDB bisa tumbuh 5 persen setiap tahun. "Jadi bisa mencapai 75 persen dalam 4-5 tahun mendatang," papar Muliaman.

Adapun ruang lingkup nota kesepahaman, meliputi:

1. Pembentukan Forum Koordinasi Pembiayaan Pembangunan melalui Pasar Keuangan (FK-PPPK) yang terdiri atas BI, Kemenkeu dan OJK
2. Kerjasama perencanaan dan percepatan implementasi kebijakan yang terkait dengan semua unsur pasar keuangan
3. Pertukaran data dan informasi.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya