Tarif Tebusan Tax Amnesty Jangan Bikin Negara Tekor

Pemerintah, dinilai juga bisa menerapkan tarif bervariasi dalam menetukan tarif tebusan dalam Kebijakan Tax Amnesty.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 09 Mei 2016, 17:00 WIB
Diterbitkan 09 Mei 2016, 17:00 WIB
Ilustrasi Pajak (2)
Ilustrasi Pajak (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah diingatkan untuk tidak memberikan tarif tebusan yang rendah saat menerapkan Kebijakan Pengampunan Pajak (Tax Amnesty). Tarif tebusan diusulkan sekitar 5 persen-10 persen.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, usulan besaran tersebut dengan melihat tarif tebusan yang diterapkan negara-negara yang selama ini menerapkan tax amnesty, rata-rata sebesar 5 persen-10 persen.

"Di antara semua negara yang menerapkan tax amnesty rata-rata 5-10 persen. Indonesia ketika mem-propose 1-2 persen kita pertanyakan, dari mana justifikasi itu. Persoalan nanti akan ada problem keadilan tentunya," jelas dia di Jakarta, Senin (9/5/2016).

‎Dia mengatakan, dengan tebusan yang rendah berpotensi membuat negara tekor. Itu karena  dengan tarif tebusan rendah membuat pemerintah harus mengeluarkan dana lebih saat dana repatriasi yang kembali ke Indonesia kemudian masuk ke instrumen pemerintah seperti Surat Utang Negara (SUN).

Sementara, SUN memiliki bunga yang tinggi dan berpotensi membuat negara harus mengeluarkan dana lebih untuk membayar bunga tersebut.


"Kalau imbal hasilnya SUN, bisa bayangkan berapa kita kasih interest rate-nya. Kalau tarif repatriasi 1-2 persen, SUN di atas itu untung, artinya negara tekor. Bukan mendapat penerimaan malah membayar bunga," jelas dia.

Pemerintah, menurut dia, juga bisa menerapkan tarif bervariasi dalam menetukan tarif tebusan tersebut.

Pemerintah menargetkan penerimaan pajak sebesar Rp 60 triliun dari penerapan kebijakan TaxAamnesty. Upaya mencapainya, pemerintah mesti menerapkan strategi khusus. ‎"Target sekitar Rp 60 triliun, ke depan dalam setahun tidak ada pemeriksaan pajak karena terampuni. ‎Negara harus berhitung, jangka pendek apa strategi pemerintah," jelas dia.

Kalangan pengamat sebelumnya menilai pengampunan pajak menjadi instrumen efektif untuk menarik kembali uang orang Indonesia dari luar negeri (repatriasi) dan memperkuat basis pajak baru. Sebab itu, tax amnesty dinilai harus menjadi pendahuluan sebelum dilakukan penegakan hukum.

Ini diungkapkan Pengamat Pajak Ronni Bako dan Darussalam dari Universitas Indonesia. Menurut Ronni, tax amnesty cukup efektif sampai saat ini untuk mengembalikan dana yang berada di luar negeri.

“Karena tidak ada upaya lain selain tax amnesty. Contoh keberhasilannya ada di Afrika Selatan, mereka berhasil dengan memakai konsep tax amnesty,” jelas dia.

Perihal besarnya potensi dana WNI di luar negeri yang bisa ditarik melalui tax amnesty, Ronny Bako mengatakan, dana perkiraan dari Menteri Keuangan (Menkeu) yang menyatakan nilainya mencapai Rp 11.400 triliun memang benar.

Meski dikatakan tidak semuanya berbentuk tunai, tapi ada  dalam bentuk lain seperti fixed aset atau saham. "Tapi benar dana itu sekitar Rp 11. 400 triliun. Tapi tidak dalam bentuk cash. Kalau dalam bentuk cash paling hanya Rp 5.000 triliun,” kata dia.(Amd/Nrm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya