Pengusaha Tiongkok Minat Investasi Tekstil US$ 100 Juta di RI

Indonesia telah melakukan deregulasi kebijakan ekonomi untuk mengurangi aturan-aturan yang dapat menghambat perkembangan industri.

oleh Septian Deny diperbarui 06 Sep 2016, 10:08 WIB
Diterbitkan 06 Sep 2016, 10:08 WIB
Investasi Teksil Meningkat Saat Ekonomi Lesu
Pekerja memotong pola di pabrik Garmen,Tangerang, Banten, Selasa (13/10/2015). Industri tekstil di dalam negeri terus menggeliat. Hal ini ditandai aliran investasi yang mencapai Rp 4 triliun (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto mengungkapkan banyak pelaku industri asal Tiongkok yang berminat untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Salah satunya Jiangsu Dongqun Investment Holding Group Co., Ltd.

Perusahaan asal Negeri Tirai Bambu tersebut telah menyatakan minat untuk membangun industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dengan nilai investasi sebesar US$ 100 Juta.

"Kami tentunya menyambut baik minat Jiangsu Dongqun Investment Holding Group Co., Ltd yang ingin berinvestasi di Indonesia. Kami juga telah menyampaikan kepada mereka beberapa opsi lokasi investasi, seperti di Kawasan Industri Kendal, Jawa Tengah, mengingat di sana masih luas lahannya dan tenaga kerjanya yang tersedia cukup terampil," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (6/9/2016).

Airlangga menyatakan, pihaknya bertemu dengan jajaran manajemen Jiangsu Dongqun Investment Holding Group di Shanghai. Pada kesempatan itu, dirinya didampingi Dirjen Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional (KPAII) Kemenperin Harjanto serta Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Perkasa Roeslani.

Menurut Airlangga, Jiangsu Dongqun Investment Holding Group sempat menanyakan tentang insentif investasi serta ketersediaan energi bagi industri TPT. "Kami meminta kepada mereka agar dapat melakukan kerja sama dengan local partner," ungkap dia.

‎Airlangga menjelaskan, pemerintah Indonesia telah melakukan deregulasi kebijakan ekonomi untuk mengurangi aturan-aturan yang dapat menghambat perkembangan industri dan bisnis di Indonesia. Hingga saat ini, sebanyak 13 paket kebijakan ekonomi yang telah dikeluarkan.

“Pemerintah juga tengah mengkaji penurunan harga gas yang kompetitif bagi industri, termasuk untuk sektor TPT. Hal ini untuk meningkatkan daya saing industri tersebut,” dia menuturkan.

Di samping itu, tambah dia, bagi industri yang memenuhi syarat akan diberikan insentif khusus seperti tax holiday, tax allowance, dan pembebasan bea masuk bagi industri tertentu dalam rangka investasi.

Dia mengatakan, selain Jiangsu Dongqun Investment Holding Group, China Railway Construction Corporation (CCRC) juga sudah sepakat menyusun mekanisme kerja sama dengan Kemenperin untuk meningkatkan SDM dan daya saing industri kedua negara dalam waktu dekat.

CRRC merupakan industri yang bergerak di sektor manufaktur serta jasa konstruksi kereta cepat, jembatan, terowongan dan proyek-proyek infrastruktur lainnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional (KPAII) Kemenperin Harjanto menyatakan, investasi merupakan salah satu instrumen yang berkontribusi sangat besar pada perekonomian nasional. Pada kuartal II 2016, realisasi investasi asing mencapai US$ 8,01 miliar atau meningkat 49,11 persen  dibandingkan periode yang sama di 2015.

“Pada kuartal II 2016, Tiongkok telah berkomitmen pada 271 proyek investasi di Indonesia dengan total nilai sebesar US$ 925 juta yang kontribusi utamanya dari sektor industri baja, permesinan, elektronik, makanan, semen dan beberapa industri strategis lainnya,” papar dia.

Harjanto juga mengatakan, dengan terus meningkatnya investasi Tiongkok di Indonesia, diharapkan akan membawa efek positif bagi perekonomian nasional, bahkan bagi peningkatan daya saing industri dalam negeri.

Beberapa investasi Tiongkok di Indonesia yang sudah berjalan antara lain PT Sulawesi Mining Investment yang bergerak pada bidang pertambangan nikel dengan kapasitas 300 ribu ton per tahun dengan nilai invetasi sebesar US$ 636 juta di Morowali Industrial Park, Sulawesi Tengah.

PT Sulawesi Mining Investment merupakan smelter nikel pertama di Indonesia yang menggunakan teknologi Arc Furnace Rotary Kiln.

Selanjutnya, PT Virtue dragon Nickel Industry yang bergerak di bidang pengolahan ferronikel di Konawe, Sulawesi Tenggara dengan nilai investasi sebesar US$ 5 miliar dengan kapasitas 600 ribu ton per tahun.

Juga Anhui Conch Cement Company yang bergerak di bidang industri semen dengan total investasi sebesar US$ 5,7 miliar dan kapasitas produksi sebesar 20 juta ton per tahun. Anhui Conch Group akan membangun lima integrated plant dan satu grinding plant di Kalimantan Selatan, Banten, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan Papua Barat.(Dny/Nrm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya