Perawat Indonesia Paling Jagoan di ASEAN

Industri-industri unggulan nasional perlu diiringi dengan peningkatan keahlian tenaga kerja.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 07 Okt 2016, 16:23 WIB
Diterbitkan 07 Okt 2016, 16:23 WIB
20160731-Melihat Kenyamanan di Rawat Inap Executive Level-Jakarta
Dokter dan perawat sedang memeriksa pasien rawat inap executive level di RS Royal Progress Sunter, Jakarta, Kamis (28/7). Rawat inap yang berada di lantai 6 itu memberikan pelayanan kesehatan paripurna. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Liputan6.com, Jakarta Anggota Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Hendri Saparini menyoroti masalah sumber daya manusia (SDM) di Indonesia pada era pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Nasional (MEA).

Faktor tenaga kerja Indonesia dinilai masih kurang kompetitif dengan negara lain, sehingga terpaksa harus menerima upah murah.

"Kita khawatir Indonesia terancam masalah sumber daya manusia serbuan dari negara lain, padahal kita justru bisa mengancam negara lain dengan jumlah penduduk yang banyak dan bonus demografi banyak penduduk berusia produktif," jelasnya saat menghadiri Launching dan Talkshow Buku Inisiatif KAFEGAMA di LCBI, Jakarta, Jumat (7/10/2016).

Menurut Direktur Eksekutif CORE Indonesia ini, salah satu profesi di Indonesia yang menjadi unggulan di negara lain, yakni perawat.

"Perawat kita itu jagoan di luar negeri, karena berdasarkan penelitian, perawat kita humble, teliti, sabar. Tapi ironis tidak dibekali sertifikat keahlian, sehingga tidak bisa bergaji tinggi," dia menjelaskan.

Anggota KEIN yang lain, Sudhamek AWS ‎meminta kepada masyarakat Indonesia tidak takut dengan era MEA. Hanya saja, industri-industri unggulan nasional perlu diiringi dengan peningkatan keahlian tenaga kerja.

"Sebenarnya kita tidak perlu takut dengan MEA. Tapi perlu diantisipasi soal tenaga kerja. Skill workers Indonesia kalah kompetitif dengan negara lain, jadi pemerintah diminta untuk mengalokasikan anggaran lebih untuk mempersiapkan tenaga kerja terampil ini," tutur dia.

Menurut Pendiri GarudaFood Group ini, ASEAN bukan merupakan kompetitor Indonesia. Persaingan ‎Indonesia dengan negara Asia, yakni India, China, Jepang, bahkan Amerika Serikat (AS).

"Sebab saat saya mau memasukkan produk ke Jepang bekerjasama dengan pemain minuman lokal terbesar. Tapi tetap saja kalah dengan produk lokal di sana, karena brand produk lokal sudah tertancap kuat di benak penduduk Jepang," papar Sudhamek.

Oleh sebab itu, Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Rhenald Kasali menyarankan ‎agar Indonesia dapat bekerja secara konsisten dan memaksimalkan sumber daya alam maupun SDM besar yang dimiliki Indonesia.

"Kita punya sumber daya alam laut, energi, pangan yang besar, tapi masalahnya kita hanya ingin bekerja parsial, jalan pintas saja. Kalau maindset kita masih ke arah sana, kita tidak akan pernah jadi yang terbaik di ASEAN," tandas Rhenald.(Fik/Nrm)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya