Liputan6.com, Jakarta - Penyelundupan tekstil dan produk tekstil (TPT), termasuk pakaian bekas maupun importir borongan kian meresahkan pemerintah. Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati mengaku kerap mendapatkan pesan singkat (SMS) gelap terkait barang selundupan tersebut.
"Hampir setiap hari saya dapat SMS gelap, contohnya ada kontainer masuk, dan lainnya," kata Sri Mulyani saat Konferensi Pers di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (10/11/2016).
Kementerian Keuangan dan Kabareskrim, kata Sri Mulyani sepakat untuk memberikan shock terapi bagi pelaku praktik penyelundupan dan importir borongan. "Kami dan Kabareskrim melakukan tindakan. Kami diinstruksikan bikin shock terapi," terang Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.
Advertisement
Pemerintah telah mendapatkan dukungan dari aparat penegak hukum, yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polri, dan TNI. Sinergi ini akan menghilangkan praktik penyelundupan dan impor borongan atau secara gelondongan TPT yang merugikan Indonesia.
Baca Juga
"Estimasi kerugian negara akibat praktik penyelundupan impor TPT dan impor borongan mencapai Rp 30 triliun. Jadi kami akan melakukan tindakan tegas untuk memberantas praktik tersebut," pungkas Sri Mulyani.
Sebelumnya, Pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengungkapkan kerugian dari keberadaan barang selundupan tekstil dan produk tekstil (TPT) mencapai Rp 30 triliun pada 2015. Bahkan nilai kerugian dari keberadaan barang selundupan terus meningkat dari tahun ke tahun.
Ketua Dewan Pembina API Benny Soetrisno mengatakan, keberadaan barang selundupan merugikan karena menekan industri dalam negeri. "Memang terasa sekali bahwa dari tahun ke tahun, kalau membuat perhitungan yang masih hipotesa makin naik jumlahnya yang diselundupkan itu," kata dia saat menggelar konferensi pers di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Jakarta, Kamis (10/11/2016).
Anggota Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) ini mengatakan, nilai kerugian yang mencapai Rp 30 triliun tersebut dengan memperhitungkan beberapa komponen seperti konsumsi, produksi, serta jumlah ekspor maupun impor.
"Jadi perhitungannya konsumsi pakaian per kapita, dijumlahkan. Lalu tekstil yang diproduksi dari mulai hulu sampai hilir. Ditambah tekstil yang diimpor dikurangi tekstil diekspor akan ketemu jumlah yang tidak bertuan. Yang tidak bertuan pasti yang tidak tercatat, yang menyelundup pasti tidak tercatat," tutur dia.
Dia mengatakan, sisa tonase yang tidak tercatat itu jika dikalikan harga rata-rata maka akan menghasilkan angka Rp 30 triliun. "Kalau dinilai angka tonase dikalikan harga rata-rata per kg ketemunya setahun Rp 30 triliun," tandas dia.(Amd/Gdn)