Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sebanyak 80 persen Badan Perkreditan Rakyat (BPR) terkena likuidasi atau penutupan karena marak terjadi praktik kejahatan (fraud).
OJK mengakui penyebab hal ini akibat lemahnya pengawasan terhadap keberadaan BPR yang tersebar di daerah.
"Fraud di perbankan banyak terjadi di Bank Perkreditan Rakyat (BPR), 80 persen tutup karena fraud," tegas Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nelson Tampubolon di Jakarta, Senin (14/11/2016).
Dia beralasan, BPR rawan terjadi tindak kejahatan karena jumlahnya banyak mencapai 1.800 unit termasuk yang syariah. Sedangkan jumlah bank umum di Indonesia hanya 118 bank.
Advertisement
Baca Juga
Faktor lain karena lokasi BPR tersebar di berbagai daerah di Tanah Air, jauh dari pengawasan OJK sebagai otoritas perbankan.
"Karena lokasinya tersebar, maka jauh dari pengawasan kami. Kalau dibanding bank umum, tingkat pengawasannya lebih rendah. Tetap dilakukan sekali setahun pemeriksaannya, tapi intensitas kurang," tutur Nelson.
Sementara bank-bank umum, dia mengaku, jarang terlibat fraud saat ini. "Kalaupun ada fraud kecil-kecil dan bisa selesai di internal mereka, seperti pencatatan kecil yang dimanipulasi," terang dia.
‎Lebih jauh Nelson menjelasn, pelaku fraud biasanya oknum yang berwenang mengambil keputusan, dan berkaitan dengan penanganan kegiatan operasional perbankan.
"Makanya langkah kami, ada kegiatan fit and proper test untuk pengurus perbankan. Kemudian ada director compliance itu garda utamanya. Kami identifikasi kelemahan di mana, kalau ada director compliance, kami akan lakukan dialog," Nelson menuturkan.(Fik/Nrm)