Rupiah Terus Menguat ke Level 13.340 per Dolar AS

Rupiah dibuka di angka 13.405 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya.

oleh Arthur Gideon diperbarui 06 Des 2016, 13:16 WIB
Diterbitkan 06 Des 2016, 13:16 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada perdagangan Selasa pekan ini. Penguatan rupiah karena gejolak politik di dalam negeri sedikit mereda. 

Mengutip Bloomberg, Selasa (6/12/2016), rupiah dibuka di angka 13.405 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 13.440 per dolar AS.

Rupiah sempat menyentuh angka 13.340 per dolar AS pada pukul 12.00 WIB. Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di angka 13.340 per dolar AS hingga 13.424 per dolar AS. Jika dihitung sejak awal tahun, rupiah masih menguat 2,94 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 13.405 per dolar AS. Parokan pada hari ini menguat jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 13.516 per dolar AS.

Ekonom PT Samuel Sekuritas Rangga Cipta menjelaskan, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang sempat melemah di pembukaan Senin mengikuti pelemahan kurs di Asia. Namun kemudian rupiah bisa kembali perkasa menjelang penutupan akibat aliran dana masuk asing yang besar.

Sehari sebelumnya, BI kembali menyatakan akan ada potensi dana repatriasi dari program pengampunan pajak atau tax amnesty yang mencapai Rp 100 triliun pada Desember ini.

Dari domestik, unjuk rasa yang berlangsung damai yang dibarengi penangkapan pelaku terduga makar menandai upaya pamungkas pemerintahan Jokowi mengatasi gejolak politik dalam negeri. "Oleh karena itu, rupiah mampu melanjutkan penguatannya pada hari ini," jelas dia. 

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa mata uang rupiah dan dolar Amerika Serikat (AS) bukanlah tolok ukur yang tepat untuk mengukur perekonomian Indonesia. Paling pas, membandingkan rupiah dengan mata uang negara-negara mitra dagang terbesar Indonesia, seperti Jepang, Tiongkok, Eropa, dan negara lainnya.

Jokowi menyoroti kebijakan ekonomi Donald Trump yang lebih bersifat reflasi. Di mana kurs dolar AS akan mencerminkan antisipasi pasar bahwa pertumbuhan ekonomi AS akan semakin menguat dan inflasi dolar akan melonjak.

"Jadi dolar nanti akan jalan sendiri. Itu artinya kurs rupiah-dolar AS semakin tidak mencerminkan fundamental ekonomi Indonesia. Karena selama ini selalu melihatnya ke sana terus, padahal bukan cerminan fundamental Indonesia," terangnya di acara Sarasehan 100 Ekonom di Hotel Fairmont, Jakarta, Selasa (6/12/2016).

Menurut Jokowi, ekspor Indonesia ke AS sekitar 9 persen-10 persen dari total ekspor. Dengan prosentase ekspor sebesar itu, lanjutnya, persepsi ekonomi Indonesia selalu dikaitkan atau diukur dengan dolar AS. (Gdn/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya