Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menaikkan biaya pengurusan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) sebesar 100 persen hingga 300 persen. Kenaikan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2016.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Exonomics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menilai, kenaikan tarif pengurusan STNK dan BPKB bisa memicu kenaikan inflasi. Ini dikarenakan satu sektor yang terkena dampaknya adalah jasa transportasi.
Advertisement
Baca Juga
"Kalau masyarakat biasa yang tidak punya kendaraan tidak terlalu pengaruh, tapi kalau tukang ojek, pasti mempengaruhi daya beli mereka. Urus STNK naik, nanti tarif ojek bisa saja naik juga," kata Enny saat berbincang dengan Liputan6.com, Minggu (8/1/2017).
Hanya saja, Enny belum bisa memastikan berapa besaran pengaruh ke inflasi nantinya, mengingat perlu ada beberapa kajian untuk mengetahui hal itu.
Dipastikannya, kenaikan biaya administrasi di Samsat tersebut akan menggerus daya beli masyarakat. "Jelas mempengaruhi daya beli, yang biasanya orang mengeluarkan buat urus STNK Rp 75 ribu misalnya, ini sekarang bisa ratusan ribu, otomatis belanjanya kan akan dikurangi," papar dia.
Dia menyayangkan kebijkan pemerintah diputuskan tanpa pertimbangan yang matang. Seharusnya di saat seperti ini, dimana pemerintah membutuhkan peningkatan daya beli masyarakat demi memicu pertumbuhan ekonomi, pemerintah harus teliti.
"Sekecil apaun kebijakan, jangan otak-atik kebijakan soal daya beli, karena ini punya efek berganda," tutup dia. (Yas/Gdn)