Pertumbuhan Ekonomi RI Dibayangi Kenaikan Suku Bunga AS

Kebijakan dan kondisi perekonomian global akan menjadi tantangan perekonomian Indonesia.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 11 Jan 2017, 13:45 WIB
Diterbitkan 11 Jan 2017, 13:45 WIB

Liputan6.com, Jakarta - ‎Center for Strategic and International Studies (CSIS) menyatakan bahwa perekonomian Indonesia pada 2017 akan menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya  adalah bayang-bayang kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS).

Kepala Departemen Ekonomi CSIS Yose Rizal Damuri mengatakan, kebijakan dan kondisi perekonomian global akan menjadi tantangan perekonomian Indonesia. salah satu tantangan yang cukup besar adalah rencana kenaikan suku bunga bank Sentral AS atau The Federal Reserve (the Fed) yang diperkirakan akan terjadi dalam tiga kali sepanjang 2017 ini.

"Ada beberapa masalah yang menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan. Paling utama justru kondisi perekonomian global dan kebijakan ekonomi global,"‎ kata Yose, di Kantor CSIS, Jakarta, Rabu (11/1/2017).

Kenaikan suku bunga akan meningkatkan gairah investasi di AS. Hal ini berdampak pada kembalinya investasi yang selama ini ada di negara-negara berkembang seperti Indonesia ke AS.

Dengan adanya penarikan dana tersebut tentu saja akan berimbah kepada banyak hal. Paling cepat terlihat adalah penguatan kurs dolar AS yang menekan nilai tukar rupiah. 

"Kenaikan suku bunga itu akan berakibat banyak ke perekonomian kita. Kenaikan suku bunga akan mendorong capital outflow di negara berkembang. Dolar AS akan pulang kampung," ungkap Yose.

Namun, yang datang dari AS tidak selalu berita buruk. Ada juga berita bauk dengan terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS. Alasannya, kebijakan Trump yang protektif akan meningkatkan kebutuhan bahan baku, sehingga akan mendongkrak harga dan Indonesia akan diuntungkan atas kenaikan hargara komoditas.

"Kebijakan AS penuh ketidakpastian. Ada beberapa yang bisa menimbulkan disintensif untuk dunia usaha. Tapi yang terlihat sekarang kebijakan Trump bisa menguntungkan Indonesia," tutupnya. (Pew/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya