Industri Kelapa Sawit Serap Kredit Bank Mandiri Rp 50 Triliun

Pembiayaan itu akan dikucurkan kepada perusahaan besar, petani plasma, sampai koperasi di industri kelapa sawit.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 09 Mar 2017, 16:45 WIB
Diterbitkan 09 Mar 2017, 16:45 WIB
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan Kelapa Sawit (AFP PHOTO/Saeed KHAN)

Liputan6.com, Jakarta PT Bank Mandiri Tbk akan mengalokasikan Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk membiayai kegiatan peremajaan kebun kelapa sawit sekitar Rp 1 triliun pada 2017. Industri kelapa sawit telah menyerap pembiayaan sekitar Rp 50 triliun atau 10 persen dari portofolio kredit sampai dengan saat ini.

Direktur Utama Bank Mandiri, Kartika Wirjoatmodjo mengungkapkan, kredit terbesar di Bank Mandiri disedot industri sawit dan turunannya. Hingga saat ini, industri tersebut mendapat alokasi kredit sekitar Rp 50 triliun. Pembiayaan itu akan dikucurkan kepada perusahaan besar, petani plasma, sampai koperasi di industri kelapa sawit.

"Memang ini kredit terbesar karena hampir Rp 50 triliun untuk sawit setara dengan 10 persen dari portofolio kredit Bank Mandiri," ujarnya saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (9/3/2017).

Guna mendukung sektor strategis ini, selain terobosan dalam urusan sertifikat lahan perkebunan, perbankan harus mendorong dari sisi pembiayaan. Mulai 2017, Kartika bilang, perusahaan akan memberikan jatah KUR untuk peremajaan kebun kelapa sawit.

"Ini baru mau diajukan untuk peremajaan. Total KUR Bank Mandiri kan Rp 13 triliun di tahun ini, nanti kalau disetujui paling tidak Rp 1 triliun bisa untuk KUR peremajaan sawit," dia menjelaskan.

Kartika mengaku, industri kelapa sawit memegang peranan penting di sektor perkebunan nasional. nilai devisa yang dihasilkan dari ekspor minyak sawit Indonesia dan turunannya mencapai US$ 18,1 miliar dengan volume 25,1 juta ton sepanjang 2016.

"Cuma petani kelapa sawit yang bisa naik kelas karena di Sumatera atau Kalimantan, petani yang punya kebun 4-5 hektare bisa jadi petani kelas menengah. Beda dengan petani beras atau produk pertanian lain di Pulau Jawa," terangnya.

Menariknya lagi, dikatakan Kartika, tingkat kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) pengusaha kelapa sawit relatif sangat baik. Level NPL-nya, sambung dia, berada di angka 0,07 persen.

"Sektor kelapa sawit paling rendah NPL-nya. Kalaupun ada kebun kecil yang bermasalah, selalu dibeli sama orang lain jadi tidak kemudian loss atau likuidasi," paparnya.

Menurut dia, kelapa sawit merupakan produk unggulan Indonesia yang berpotensi menurunkan ketimpangan ekonomi di Indonesia.

"Produk ini kan harganya selalu stabil di luar negeri, permintaan pun luar biasa. Sawit itu tanaman ajaib bisa dipakai buat apa saja, mulai dari shampo, sabun, makanan, sampai bahan bakar. Saya rasa ke depan konstribusi ke devisa paling besar," harap Kartika.

Perusahaan pelat merah ini berkomitmen mendukung program pemerintah di industri kelapa sawit. Salah satunya melalui pembiayaan yang terintegrasi dari hulu ke hilir dalam menyokong pertumbuhan industri sawit nasional.

“Pola kemitraan dengan perusahaan kelapa sawit besar ini cukup efektif untuk membantu pekebun plasma binaan mendapatkan akses pendanaan jangka pendek,” jelas Kartika.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya