Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) mencatatkan laba bersih sebesar US$ 3,15 miliar sepanjang 2016. Selain itu, perusahaan juga membagikan deviden sebesar Rp 12,1 triliun pada tahun ini.
Direktur Gas dan Energi Baru Terbarukan (EBT) Pertamina Yenni Andayani mengatakan, jika dilihat dari sisi pendapatan, sejak 2014, Pertamina memang mengalami penurunan yang signifikan.
Pendapatan BUMN migas tersebut pada 2014 tercatat US$ 70 miliar dan di 2015 menurun menjadi US$ 41,76 miliar. Sementara di 2016 lalu pendapatan Pertamina hanya sebesar US$ 36,49 miliar.
Advertisement
Namun demikian, capaian laba bersih Pertamina tahun ini mengalami kenaikan dibandingkan 2015 yang hanya sebesar US$ 1,42 miliar dan 2014 sebesar US$ 1,45 miliar.
"Kalau lihat dari materi, dari beberapa unsur di finansial konsolidasi, dibandingkan 2014-2016, dilihat walau pendapatan menurun dari 2014 ke 2016. Tapi harus dilihat bahwa laba bersih naik, lebih dari dua kali lipat," ujar dia di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, Kamis (15/3/2017).
Baca Juga
Wanita yang sebelumnya menjabat sebagai Plt Direktur Utama Pertamina ini mengungkapkan, turunnya pendapatan yang diraih Pertamina pada tahun lalu salah satunya disebabkan oleh harga minyak dunia yang belum membaik. Hal ini tentunya berdampak pada kinerja perusahaan plat merah tersebut.
"Yang menarik dari Pertamina, kita ini perusahaan energi yang sangat bergantung pada oil and gas business. Faktor pertama di masalah harga. Naik turunnya harga minyak akan pengaruhi kinerja pertamina. Itu faktor eksternal yang tidak bisa dikontrol. Yang bisa dikontrol Pertamina adalah kegiatan efisiensi dan bagaimana operasional bisa dilakukan dengan baik," jelas dia.
Namun demikian, lanjut Yenny, penurunan pendapatan ini tidak turut berdampak pada laba bersih yang dihasilkan perusahaan. Kenaikan labah bersih ini diharapkan terus dalam tren positif ke depannya.
"Alhamdulillah laba bersih Pertamina di 2016 itu US$ 3,15 miliar. Ini prestasi menggembirakan untuk Pertamina. Trennya sendiri nggak selalu menggembirakan. Kalau lihat Oktober sampai Desember 2016, ada perlambatan di pertumbuhan, tidak seperti di awal tahun sampai pertengahan tahun. Ini yang mesti diwaspadai," kata dia.
Sementara untuk biaya operasi yang dikeluarkan perusahaan pada tahun lalu tercatat US$ 30,29 miliar, dengan laba operasi sebesar US$ 6,19 miliar. Dengan demikian, EBITDA yang berhasil diraih oleh perusahaan sebesar 26,73 persen, lebih baik dari 2015 yang sebesar 12,28 persen dan 2014 sebesar 8,2 persen.
"EBITDA margin juga terus membaik sejak 2014. Tentunya hal ini menunjukkan bahwa Pertamina mampu melaksanakan program-program efisiensi yang dukung hasil kinerja finansial keseluruhan. Yang jadi perhatian biasanya berapa laba bersihnya," ungkap dia.
Sementara itu, Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman mengatakan, pada tahun ini perusahaan menyetorkan deviden sebesar Rp 12,1 triliun dari laba yang diraih pada tahun ini. Sementara sisa dari laba tersebut akan digunakan investasi.
"Jadi dividen tahun ini kurang lebih Rp 12,1 triliun dari laba kita kalau yg dirupiahkan itu Rp 41 triliun kurang lebih, jadi 29 persen kira-kira. Itu juga lakukan agar kita tetap memiliki kas untuk melakukan investasi-investasi," tandas dia. (Dny/Gdn)