Liputan6.com, Jakarta - Tim Pemeriksa Terpadu terdiri dari Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) dan BPJS Ketenagakerjaan (BPJS TK) telah melakukan pemeriksaan terhadap 30 badan usaha milik negara (BUMN).
Hasilnya, sebanyak empat BUMN belum patuh terkait pemenuhan jaminan sosial ketenagakerjaannya atau terkait kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan.
Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kemenaker Maruli Apul Hasoloan mengatakan, pemeriksaan ini dimulai sejak tahun lalu. Mulanya, dari 30 perusahaan hanya empat perusahaan yang patuh. Namun kini tersisa empat perusahaan yang belum patuh.
Advertisement
Baca Juga
"Kami tahun lalu memeriksa kurang lebih 30 perusahaan BUMN yang besar-besar. Dari 30 itu pertama yang patuh ternyata hanya empat. Lalu upaya bersama dari pengawasan tenaga kerja dan pengawasan dan pemeriksaan (wasri) mendorong akhirnya sekarang ini secara gradual sudah 26 mematuhi. Bagus tidak? Bagus, memang dari 26 yang empat lagi proses," kata dia dalam acara Press Conference Pemeriksaan Perusahaan Tidak Patuh Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, di Kemenaker, Jakarta, Kamis (20/4/2017).
Dia berharap, dengan kondisi tersebut BUMN bisa menjadi contoh bagi perusahaan-perusahaan lain, khususnya untuk perlindungan jaminan sosial.
"Kami mau BUMN menjadi contoh bahwa mereka terdepan mengikuti program pemerintah ketaatan peraturan ketenagakerjaan dan jaminan sosial," ujar dia.
Di samping itu, dia mengatakan, telah melakukan pemeriksaan terhadap 16 perusahaan platinum nasional. Juga, perusahaan rokok yang ada di Kudus.
Direktur Perluasan Kepesertaan dan Hubungan Antar Lembaga (HAL) BPJS Ketenagakerjaan, Ilyas Lubis, menjelaskan terdapat tiga masalah terkait kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan, yakni perusahaan wajib belum daftar (PWBD), perusahaan daftar sebagian (PDS), dan menunggak iuran. Terkait perusahaan BUMN yang belum patuh, dia menyebut masuk kategori PDS.
"BUMN yang disebut bukan PWBD, artinya sudah ikut. Tapi dia kategori PDS. Ada tiga, sebagian upah, sebagian tenaga kerja, sebagai program," ujar dia.
Dia bilang, sebagian besar perusahaan tersebut tidak mendaftarkan pekerjanya di program jaminan pensiun (JP).
"Tiga puluh itu kebanyakan tidak mendaftarkan sebagian program, jadi belum ikut program pensiun," kata dia.
Â
Â
Â