BI Ubah Aturan Giro Wajib Minimum Bank

Ketentuan ini berlaku mulai 1 Juli 2017 dengan masa transisi selama 1 bulan.‎

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 28 Apr 2017, 17:35 WIB
Diterbitkan 28 Apr 2017, 17:35 WIB
20151104-Bahas-Bank-Indonesia
Bank Inodnesia (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) menyempurnakan pengaturan Giro Wajib Minimum (GWM) untuk meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter. Pokok yang disempurnakan terkait pemenuhan GWM Primer dalam Rupiah.

Asisten Gubernur Kepala Departemen Ekonomi dan Moneter BI Dody Budi Waluyo mengatakan, penyempurnaan GMW merupakan langkah lanjutan dari reformulasi kerangka operasional kebijakan moneter yang telah dicanangkan pada tahun lalu.

"GMW primer memastikan bank memiliki ketersediaan likuiditas minimal, guna menjaga kelancaran aktivitas transaksi sistem pembayaran‎ dan pemenuhan penarikan dana nasabah," kata Dody di Bank Indonesia, Jakarta, Jumat (28/4/2017).

Penyempurnaan pengaturan tersebut dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 19/6/PBI/2017 tentang Perubahan Kelima Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/15/PBI/2013 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing Bagi Bank Umum Konvensional.

Dengan penyempurnaan ini, GWM Primer dalam Rupiah yang sebelumnya ditetapkan sebesar 6,5 persen dari Dana Pihak Ketiga (DPK) dalam Rupiah dan pemenuhannya dilakukan secara harian, disesuaikan menjadi GWM yang wajib dipenuhi secara harian sebesar 5 persen dari DPK dalam Rupiah dan GWM yang wajib dipenuhi secara rata-rata sebesar 1,5 persen dari DPK dalam Rupiah selama periode tertentu.

Ketentuan ini berlaku mulai 1 Juli 2017 dengan masa transisi selama 1 bulan.‎

"Pengaturan mengenai GWM yang kemudian disebut sebagai GWM rata-rata tersebut merupakan best practice pengaturan yang telah dipraktikkan oleh hampir seluruh bank sentral dunia," papar dia.

Terdapat tiga tujuan utama penerapan GWM rata-rata. Pertama, memberi fleksibilitas dalam pengelolaan likuiditas sehingga meningkatkan efisiensi perbankan.

Kedua, menjadi bantalan suku bunga (interest rate buffer) sehingga mengurangi volatilitas suku bunga di pasar uang. Ketiga, memberi ruang penempatan likuiditas sehingga mendorong pendalaman pasar keuangan.

"Dengan kajian yang mendalam, proses koordinasi dengan pihak-pihak terkait, penyesuaian sistem yang telah disiapkan dengan matang, dan rencana proses komunikasi yang intensif dengan pihak-pihak terkait, pemberian ruang fleksibilitas bagi likuiditas bank ini diharapkan dapat dimanfaatkan secara optimal oleh perbankan," dia menandaskan.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya