​Bibit Supriyanto, Raih Sukses Berkat Bonggol dan Kulit Pisang

Manfaat kesehatan bisa didapatkan dari mengkonsumsi pisang di antaranya menurunkan risiko kanker meningkatkan kesehatan jantung.

oleh Dhita Koesno diperbarui 08 Mei 2017, 08:00 WIB
Diterbitkan 08 Mei 2017, 08:00 WIB
Bibit Supriyanto dan keripik bonggol pisang serta kerupuk kulit pisang buatannya​. (Dhita/Liputan6.com)
Bibit Supriyanto dan keripik bonggol pisang serta kerupuk kulit pisang buatannya​. (Dhita/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Pisang adalah salah satu buah yang paling banyak dikonsumsi di dunia untuk alasan yang baik. Buah ini diketahui memiliki segudang gizi seperti karbohidrat, protein, dan bermacam vitamin serta mineral. Pisang tumbuh setidaknya di sekitar 107 negara dan menempati peringkat keempat di dunia sebagai tanaman pangan yang dinilai secara moneter.

Manfaat kesehatan bisa didapatkan dari mengkonsumsi pisang di antaranya menurunkan risiko kanker, asma, menurunkan tekanan darah dan meningkatkan kesehatan jantung. Namun bagaimana dengan bonggol dan kulit pisang? Seperti diketahui bonggol dan kulitnya bukanlah sesuatu yang lazim dimakan manusia. Karena bonggol biasanya merupakan makanan sapi atau sering dimanfaatkan untuk pembasmi hama, sementara kulit pisang pun lazimnya akan berakhir di tempat sampah.

Namun, di tangan Bibit Supriyanto (40) bonggol dan kulit pisang bisa berubah menjadi cemilan enak dan sehat. Bersama istrinya Sri Purwanti, Ia berhasil membuat keripik berbahan dasar bonggol serta kulit pisang sebagai panganan yang lezat dan bergizi.

Terinspirasi dari cerita nenek sang istri yang pada jaman susah sering menggunakan bonggol pisang untuk dimakan dengan cara mengukus, dirinya pun mencari cara untuk membuat bahan ini bisa jadi makanan yang lebih modern.

“Awalnya saya terinspirasi dengan nenek istri saya, jaman susah dulu bonggol pisang suka dikukus dibuat jadi makanan. Akhirnya saya mikir gimana bonggol pisang bisa jadi makanan yang modern dan tidak seperti dulu. Coba masak lalu tester ke tetangga, efeknya tidak ada apa-apa. Saya cari tahu manfaat bonggol pisang ternyata punya kandungan vitamin c yang tinggi, kaya serat dan bisa untuk kecantikan kulit,” kata Bibit kepada liputan6.com, Senin (8/5/2017).

Tahun 2007, Bibit dan istri mencoba untuk mulai memasarkan keripik buatannya ke toko-toko sekitar rumah mereka yang berada di daerah Bantul, hingga kemudian bertemu dengan mahasiswa UGM yang sedang KKN dan membantunya untuk memasarkan keripik buatannya lebih luas lagi.

“Sejak tahun 2007, selama 3-4 bulan pertama, kita coba-coba dulu, awalnya dipasarkan di daerah Bantul saja di toko-toko sekitar, kemudian ketemu sama Ikatan Mahasiswa Masyarakat Madani (IMMM) UGM yang sedang KKN (Kuliah kerja Nyata-red), nah saya minta bantuan untuk diuji coba hasil lab UGM, terus sama mereka saya dibikinkan website juga namanya keripikalbarik.com, dan hasilnya malah makanan ini aman dikonsumsi serta memiliki berbagai macam kandungan gizi,” jelasnya.

Hingga kini, usaha keripik yang diberi nama Al Barik ini dalam sehari bisa memproduksi keripik dari bonggol pisang sekitar 20 kg, kulit pisang 15-18 kg, sedangkan untuk dodol pisang 8 sampai 10 kg dengan harga per kemasannya rata-rata Rp 10,000. Dalam sebulan omset yang dihasilkan pun fantastis, bisa mencapai Rp 50 juta.

“Pokoknya utamanya kita jual makanan yang serba pisang. Produksinya tiap hari kecuali hari Minggu. Alhamdulilah omzetnya dalam sebulan bisa mencapai Rp 50 juta, minimal pernah Rp 30 juta, tapi itu khusus untuk produk bonggol dan kulit pisang saja, beda dengan cemilan di luar pisang, seperti keripik pare sama kripik jamur, dan jika ada kunjungan dari kampus-kampus, Dharma Wanita atau Karung Taruna, karena kan kadang juga ada yang suka berkunjung untuk melihat proses pembuatannya, ya dalam sebulan bisa ada 3 sampai 4 kunjungan, nah itu biasanya di luar omset yang saya peroleh. Untuk modal awal sendiri dulu itu sekitar Rp 500 ribu,” jelas Bibit.

Seiring berjalannya waktu, keripik bonggol dan kerupuk kulit pisang buatan istrinya sudah semakin dikenal. Beberapa pameran UKM pun rutin diikuti, bahkan juga diundang sebagai nara sumber serta menghadiri beberapa studi banding pemerintahan seperti di Jakarta, Bandung, Sulawesi, Aceh, Kalimantan, hingga Papua yang ditunjuk oleh Kementerian Perindustrian.

“Kita sering mengikuti pameran-pameran seperti dari Disperindagkop Kabupaten Bantul, Dinas Pertanian, Dinas Pariwisata, dan masih banyak lagi, kebetulan pemerintah di desa kami juga mendukung, dan malah diadakan pisangisasi, karena di desa saya memang banyak petani yang nanam pisang. Kebetulan juga tahun 2014 kita pernah dapat penghargaan Bintang 3 one village one product (OVOP) dari Kemenakertrans, kemudian juara 1 lomba Iptek untuk kategori inovasi dan teknologi se DIY tahun 2014, juara 1 film dokumenter Kemkominfo tahun 2013, dan masih ada beberapa lagi,” tambah Bibit.

Selain di dalam negeri, lanjut pria tiga anak ini, Ia dan istri juga beberapa kali diminta untuk mengikuti pameran hingga ke luar negeri.

“Untuk pameran UKM di luar negeri saya sudah ke Malaysia, waktu itu pernah juga diundang sebagai nara sumber di RDA (Rural Development Academy-red) dan Daffodil Internasional University Dhaka Bangladesh, NARC (National Agriculture Research Center-red) Pakistan, itu selama dua minggu kita ada di sana, pernah juga ke Hong Kong, Bahrain, sama Singapore,” jelasnya sumringah.

Pria kelahiran Bantul, 4 Juli 1976 ini mengaku dirinya terkadang masih sering merasa terharu karena tidak menyangka jika kripik bonggol dan kulit pisang buatannya jadi bisa membuat ia dan istri berkunjung ke luar kota bahkan sampai ke luar negeri, padahal waktu memulai usaha ini kadang suka jadi bahan cemoohan warga sekitar.

“Kadang saya sendiri masih suka terenyuh, terharu karena tidak menyangka bisa seperti ini. Dulu sering dicemooh orang-orang makanan sapi kok dibuat untuk panganan manusia. Kan sebelumnya saya memang jualan juga makanan basah, ada lumpia, martabak, bolu kukus, berjalannya waktu, biasa makanan basah sering ada return atau nggak lakunya, tiap harinya pasti ada yang kembali, bingung kan untuk menjualnya lagi dan besoknya sudah tidak layak untuk dijual lagi, dan saya berpikir apa yang bisa dijual agak lama? Terus menemukanlah makanan kering ini, tapi malah kadang suka diledekin kok jual makanan kayak gini,” tambahnya.

Meski begitu, pria yang hobi internetan ini tidak pernah berkecil hati, ia terus saja berkarya dan menjadikan kritik sebagai pemacu untuk lebih maju lagi. Terbukti, dengan kegigihan dan usaha yang tak pantang menyerah Ia dan istri sukses membuat makanan yang tadinya diketahui hanya sebagai panganan sapi, malah bisa menjadi cemilan sehat dan bergizi bahkan sampai dikenal hingga ke luar negeri. Saat ini dia pun sudah mempunyai karyawan yang berjumlah 17 orang, 6 orang di bagian produksi, 8 orang di bagian pemasaran, serta 3 orang yang bertugas mengirim ke pemborong.

“Yang terpenting jangan pernah berputus asa jika produk kurang laku, tapi cari penyebab kenapa produk yang ditawarkan kurang laku. Sebagai produsen kami berupaya untuk terus berproduksi, memperluas jaringan dan pemasaran, serta selalu terbuka koreksi dari konsumen serta reseller. Serta berusaha untuk selalu mencapai atau memenuhi keinginan konsumen terhadap produk kita,” urainya.

Bibit pun berpesan kepada yang baru memulai usaha agar tekun dan jangan pantang menyerah. Terus saja kontinyu dalam berproduksi, tidak lupa untuk terus bersyukur dan berdoa.

“Selalu awali kegiatan dengan berdoa dan akhiri setiap kegiatan dengan bersyukur. Ramahlah dengan semua konsumen dan pengunjung, jangan lupa untuk berbagi kepada yang membutuhkan” pungkasnya​ (Dhita/Gdn)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya