Rute Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Bakal Pakai Jalur Lama

Pemerintah mengkaji dua rute untuk kereta cepat Jakarta-Surabaya.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 06 Sep 2017, 18:45 WIB
Diterbitkan 06 Sep 2017, 18:45 WIB
Melihat Pameran Alat Transportasi di JIExpo Kemayoran
Model berpose di sisi miniatur kereta cepat saat pameran INAPA 2017 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Rabu (29/3). Pameran ini berlangsung di Hall B1 JIExpo Kemayoran. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla atau akrab disapa JK memanggil Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono ke kantornya pada Rabu (6/9/2017). Mereka melaksanakan rapat internal, secara tertutup.

Pertemuan yang berlangsung pukul 14.00 WIB itu, selesai sekitar pukul 16.00 WIB. Menteri Budi pun menjelaskan alasannya dipangggil. Salah satunya membahas proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya.

"Jadi kami membicarakan dua proyek, yakni Patimban dan Kereta Jakarta-Surabaya. Ada satu arahan-arahan yang menurut saya baik adalah, pertama Jakarta-Surabaya, diarahkan di jalur eksisting," kata Budi di kantor Wapres, Jakarta, Rabu (6/9/2017).

Dia menuturkan, keputusan menggunakan jalur eksisting, sudah dipertimbangkan dengan matang. Salah satunya, pembangunan akan menjadi cepat.

Sebelumnya, proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya yang rencana pengerjaannya akan dilakukan kerja sama dengan Jepang ini, dipastikan juga mayoritas akan dibangun jalur baru. Jalur baru ini akan dibangun di tepi jalan tol atau di lahan milik PT Kereta Api Indonesia (Persero) yang berada di sisi jalur eksisting.

"(Dengan jalur eksisting) agar pembangunannya bisa cepat. Stasiunnya enggak pindah-pindah. Yang kedua, engan eksisting dibangun, itu akan menyelesaikan 500-800 perlintasan sebidang. Artinya memberikan banyak manfaat kepada banyak kota, artinya tidak macet, dan membuat daerah-daerah lebih safe. Ini juga amanat undang-undang untuk meningkatkan keselamatan, dan yang lain lebih murah," jelas Budi.

Karena itulah, nantinya, Menteri Budi dan Menteri Basuki akan langsung bertemu dengan Hiroto Izumi, Kepala Staf Perdana Menteri Jepang, untuk membicarakan hal ini.

"Karenanya setelah ini, saya dengan Pak Basuki akan bertemu Mr. Izumi. Kita minta di jalur eksisting, kalau bisa percepat kegiatannya dan kecepatannya kira-kira di atas 160km/jam. Ini (kecepatan ini) supaya sehari itu kapasitasnya bisa dua kali kecepatannya," ujar Budi.

Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:

Kaji Opsi 2 Rute

Seperti diketahui, Indonesia dan Jepang masih melakukan studi kelayakan (feasibility study/FS) proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Surabaya. Dalam kajian tersebut, muncul dua opsi jalur yang akan dilewati oleh kereta tersebut.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan, dua pilihan tersebut yaitu dengan menggunakan jalur kereta yang sudah ada yaitu melalui Cirebon, atau membangun jalur baru yang akan melewati Solo.

"Apakah pakai yang lama, apakah merehab yang lama ataukah dengan lewat Solo, rel baru. Ini yang sedang di FS," ujar dia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa 5 September 2017.

Sementara itu, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyatakan, ada sejumlah hal yang menjadi pertimbangan dalam memilih menggunakan jalur yang sudah ada atau membangun baru. Jika menggunakan jalur yang ada, maka akan banyak hambatan yang harus dilewati oleh kereta tersebut dan akan berdampak pada kecepatan kereta.

"Memang ada indikasi kalau di jalur existing itu komplikasinya lebih banyak. Kita memang berpikir untuk punya alternatif di jalur nonexisting tapi itu menggunakan jalur-jalur katakanlah jalan tol dan sebagainya sehingga bisa lebih murah dan lebih cepat," kata dia.

Sementara jika membangun jalur baru, maka hambatan bisa jauh berkurang sehingga kecepatan kereta cepat Jakarta-Surabaya bisa dimaksimalkan. Selain itu, jalur baru diperkirakan membutuhkan investasi yang lebih kecil karena tidak ada masalah sosial dengan masyarakat.

"Dari segi kecepatan, jalur sendiri akan memberikan suatu kecepatan yang lebih baik. Karena tidak ada komplikasi masalah tanah. Tapi kalau dari segi harga belum tentu mana yang lebih murah, karena yang baru itu berarti di situ kita tidak menemukan okupasi masyarakat. Dan memudahkan mungkin lebih murah. Tapi kalau yang lama, itu ada okupasi, masalah sosialnya besar. Jadi kita punya preferensi tidak di jalur existing Jakarta-Surabaya," jelas dia.

Budi menyatakan, keputusan untuk penggunaan jalur yang ada atau membangun jalur baru akan ditentukan dalam satu bulan ke depan. Diharapkan muncul keputusan terbaik dalam penentuan jalur ini.

"Kita mungkin pada satu bulan ini akan finalisasi di jalur existing atau di jalur yang tidak existing," ujar dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya