Liputan6.com, Jakarta - Bank badan usaha milik negara (BUMN) yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) akan mengikuti aturan Bank Indonesia (BI) terkait biaya pengisian saldo uang elektronik atau top up. Namun, Himbara berjanji tidak akan memberatkan masyarakat.
Ketua Himbara Maryono menyampaikan hal itu di Jakarta Convention Center (JCC) Jakarta, Selasa (19/9/2017).
"Seandainya ketentuan diatur, sesuai ketentuan tetap kita melakukan sesuatu simulasi-simulasi. Tujuannya, untuk meringankan masyarakat," kata dia.
Advertisement
Maryono mengatakan, anggota Himbara sepakat untuk membebaskan biaya top up. Meski demikian, dia menegaskan, akan mengikuti ketentuan BI.
"Semua empat bank tergabung dalam Himbara, semua sepakat bahwa untuk top up ini adalah kita berikan suatu kebebasan. Namun, tetap ikuti ketentuan-ketentuan yang diatur regulator," ujar dia.
Maryono menuturkan, Himbara tengah melakukan simulasi terkait biaya top up uang elektronik jika hal tersebut benar diterapkan. Soal besarannya, Maryono tak menerangkan secara rinci. Dia menuturkan, itu masih dalam tahap finalisasi.
"Ini sedang dibahas sampai sekarang sedang melakukan finalisasi berapa sih biaya-biaya dan sebagainya. Seandainya biaya dikenakan bukan semata-semata menambah pendapatan bank, tapi untuk mempermudah dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat," ujar dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
BI Bakal Rilis Aturan Biaya Isi Ulang Uang Elektronik
Bank Indonesia (BI) akan mengeluarkan aturan mengenai pemungutan biaya isi ulang (top up) untuk uang elektronik atau e-money. BI berharap masyarakat memahami bahwa adanya biaya tersebut demi memaksimalkan sarana dan prasarana.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo memastikan peraturan anggota dewan gubernur pemungutan biaya isi saldo uang elektronik perbankan dari konsumen akan terbit akhir September 2017.
"Kami akan atur batas maksimumnya dan besarannya. Biayanya tidak akan berlebihan membebani konsumen," kata Agus, Jumat, 15 September 2017.
Agus mengatakan, regulasi isi saldo tersebut akan berupa Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG). Ia belum mengungkapkan aturan besaran maksimum biaya isi saldo uang elektronik karena masih dalam finalisasi.
Agus menjelaskan, BI akhirnya memperbolehkan perbankan memungut biaya isi saldo uang elektronik karena mempertimbangkan kebutuhan perbankan akan biaya investasi dalam membangun infrastruktur penyediaan uang elektronik, layanan teknologi, dan juga pemeliharaannya.
Mengingat pada 31 Oktober 2017 pembayaran jasa penggunaan jalan tol di seluruh Indonesia harus menggunakan uang elektronik, maka perbankan juga harus menyediakan loket dan tenaga Sumber Daya Mineral (SDM) di area sekitar jalan tol agar kebutuhan masyarakat untuk membayar jasa jalan tol terpenuhi.
"Kita harus yakinkan bahwa saat masyarakat beli uang elektronik untuk jalan tol, itu harus tersedia secara luas. Oleh karena itu, BI mengizinkan untuk ada tambahan biaya," ujarnya.
Selain loket penjualan uang elektronik, kata Agus, perbankan juga harus menyiapkan sarana prasarana untuk melayani isi saldo uang elektronik. "Kami juga berharap masyarakat memahami kalau tidak ada biaya top up nanti akan terbatas itu kesediaan sarananya," ujar dia.
Advertisement