Aturan Pajak Bisnis Online Tunggu Aba-Aba Sri Mulyani

Beleid PMK ini akan mengatur tentang tata cara pemungutan atau pembayaran pajaknya.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 10 Okt 2017, 10:16 WIB
Diterbitkan 10 Okt 2017, 10:16 WIB
Ilustrasi E-commerce
Ilustrasi E-commerce (Liputan6.com/Sangaji)

Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak tengah merampungkan aturan mengenai pajak untuk bisis jual beli online (e-commerce). Aturan tersebut akan terbit dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dan menunggu persetujuan dari Menkeu, Sri Mulyani Indrawati.

"Ini (aturan e-commerce) masih dalam pembahasan. Nanti dalam bentuk PMK, jadi harus dibicarakan dengan Bu Menteri," kata Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak, Ken Dwijugiasteadi di Jakarta, Selasa (10/10/2017).

Dia memastikan bahwa tidak ada subjek maupun objek pajak baru yang akan dikenakan para pelaku bisnis jual beli online. Beleid PMK ini akan mengatur tentang tata cara pemungutan atau pembayaran pajaknya.

"E-commerce tidak ada subjek dan objek pajak baru, tapi tata cara pemungutan pajaknya saja yang baru," dia menjelaskan.

Untuk diketahui, saat ini pelaku bisnis jual beli online dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas barang yang dijual. Tarif PPh yang dipungut bersifat progresif sesuai Undang-undang (UU) PPh, sedangkan tarif PPN sebesar 10 persen.

Ken mengungkapkan, dalam tata cara pungutan pajak e-commerce, Ditjen Pajak akan melibatkan pihak ketiga, seperti toko online itu sendiri, bahkan jasa kurir dari perusahaan logistik maupun perusahaan transportasi. Pihak ketiga ini yang akan memungut serta melaporkan pajak.

"Kita menciptakan pemungut saja. Misalnya jualan lewat platform A (Tokopedia, Lazada, dan lainnya), maka yang punya platform ini yang potong pajaknya. Nanti ditunjuk sebagai pemotong, simpel kan," jelas Ken.

"Kalau cash on delivery, yang nganterin (jasa kurir) yang motong pajak. Jasa kurir kan pake platform juga," dia menambahkan.

Rencana aturan pajak bisnis online ini, diakui Ken, telah melalui diskusi dengan para pelaku usaha. Permintaan pengusaha perdagangan online adalah tata cara pembayaran pajak yang sederhana.

"Kita sudah ketemu dengan pelaku e-commerce. Mereka minta sesederhana mungkin, tidak merepotkan. Saya sudah usul bukti, foto dan kirim saja dalam bentuk file," terangnya.

Tonton Video Pilihan Ini:

 

 

Bukan Aturan Baru

Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Ditjen Pajak, Yon Arsal mengatakan, pajak e-commerce bukanlah sesuatu yang baru. Artinya selama ini, Ditjen Pajak sudah memungut PPh dan PPN dari kegiatan bisnis jual beli online.

"Ini e-commerce bukan barang baru yang belum dipajaki sama sekali. Ini barang biasa saja, tapi karena perkembangannya cepat, nanti diatur. Yang pasti subjek dan objek sama," tuturnya.

Dia menjelaskan, bagi pengusaha bisnis pemula (startup) dengan pendapatan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Rp 5,4 juta setahun atau Rp 4,5 juta per bulan, maka bebas dari pajak. Namun di atas itu, ada kewajiban membayar pajak.

"Kalau ada orang jualan dengan penghasilan sudah Rp 4,8 miliar per tahun, maka harus masuk Pengusaha Kena PAjak (PKP) atau wajib PPN," kata Yon.

Sayangnya baik Ken maupun Yon tidak menyebut secara pasti kapan aturan pajak e-commerce meluncur. Sebelumnya dijanjikan pada minggu ini. "Tunggu saja," tukas Yon.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya