Liputan6.com, Jakarta - Total outstanding utang pemerintah pusat membengkak menjadi Rp 3.866,45 triliun hingga September 2017. Jumlah ini bertambah sebesar Rp 40,66 triliun dalam satu bulan dibandingkan dengan posisi per Agustus 2017 yang sebesar Rp 3.825,79 triliun.
Dalam keterangan resminya di laman resmi Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, utang pemerintah pusat sebesar Rp 3.866,45 triliun sampai dengan September ini, terdiri dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 3.128,46 triliun dan pinjaman Rp 737,99 triliun.
Rinciannya terdiri dari penerbitan Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp 2.591,55 triliun (67,0 persen), Surat berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk sebesar Rp 536,91 triliun (13,9 persen), dan pinjaman sebesar Rp 737,99 triliun (19,1 persen).
Advertisement
Baca Juga
Utang tersebut didominasi oleh utang dalam mata uang Rupiah (59 persen), diikuti porsi utang dalam mata uang asing, yakni Dolar Amerika Serikat (29 persen), Yen Jepang (6 persen), Euro (4 persen), Special Drawing Right (1 persen), dan beberapa valuta asing lain (1 persen).
Jika dilihat, terjadi penambahan utang neto dalam kurun waktu satu bulan (Agustus-September 2017) senilai Rp 40,66 triliun. Berasal dari penerbitan SBN sebesar Rp 40,51 triliun (neto) dan penarikan pinjaman sebesar Rp 0,15 triliun (neto).
"Tambahan pembiayaan utang tersebut memungkinkan kenaikan belanja produktif di bidang pendidikan, infrastruktur, kesehatan, transfer ke daerah dan dana desa, serta belanja sosial," kata Dirjen PPR, Robert Pakpahan.
Utang pemerintah pusat senilai Rp 3.866,45 triliun berdasarkan krediturnya didominasi oleh investor SBN (81 persen), kemudian pinjaman dari Bank Dunia (6 persen), Jepang (5 persen), ADB (3 persen), dan lembaga lainnya (5 persen).
Indikator risiko utang pada September 2017 masih terkendali, dengan rasio variable rate berada pada level 10,8 persen dan refixing rate pada level 19,2 persen. Porsi utang dalam mata uang asing berada pada level 40,9 persen, sedangkan average time to maturity (ATM) berada pada level 9,0 tahun.
Di sisi lain, indikator jatuh tempo utang dengan tenor hingga lima tahun naik dari 39,2 persen menjadi 39,7 persen dari total outstanding utang. Rasio utang sebesar Rp 3.866,45 triliun setara dengan 28,6 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau di bawah batas toleransi 30 persen dari PDB.
Dalam pengelolaan risiko utang, pemerintah senantiasa melakukannya dengan hati-hati dan terukur, termasuk juga menjaga risiko pembiayaan kembali, risiko tingkat bunga, dan risiko nilai tukar dalam posisi yang terkendali.
Rata-rata perdagangan harian SBN di bulan kesembilan ini cenderung melemah dibandingkan bulan sebelumnya. Porsi kepemilikan oleh asing atas SBN yang tradable di bulan ini mencapai 40,03 persen.
Adapun sebagian besar investor asing masih memegang SBN dengan tenor menengah dan panjang (di atas lima tahun). Hal ini mendorong pemerintah untuk terus berkomitmen dalam upaya pendalaman pasar SBN domestik.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â