Industri Sedang Susah, Peritel Tak Sanggup Bayar Upah Tinggi

Aprindo meminta kepada pemerintah untuk mengurangi besaran kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) maupun Upah Minimum Regional (UMR) 2018.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 01 Nov 2017, 21:45 WIB
Diterbitkan 01 Nov 2017, 21:45 WIB
20151217-Kemendag Wajibkan Peraturan SNI Kepada Pengusaha Ritel
Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) meminta kepada pemerintah untuk mengurangi besaran kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP)

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) meminta kepada pemerintah untuk mengurangi besaran kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) maupun Upah Minimum Regional (UMR) 2018. Alasannya, industri ritel saat ini tengah lesu yang ditunjukkan dengan maraknya penutupan gerai toko ritel modern.

Ketua Umum Aprindo, Roy Nicolas Mandey menilai kenaikan UMP sebesar 8,71 persen oleh pemerintah sangat berat bagi industri ritel sekarang ini. Apalagi nantinya diikuti dengan penyesuaian UMR di masing-masing daerah.

"Pada prinsipnya kami akan mengikuti kenaikan UMP, kami tidak minta penangguhan. Tapi kami minta pemerintah pusat dan daerah memberi perhatian kepada sektor yang sedang tergerus ini," tuturnya dalam Diskusi Kongkow Bisnis Pas FM di Hotel Ibis, Jakarta, Rabu (1/11/2017).

Hanya saja, Roy meminta kepada pemerintah pusat dan daerah insentif khusus bagi perusahaan ritel, berupa pengurangan dari besaran kenaikan upah tersebut. Artinya tetap naik, namun tidak setinggi yang ditetapkan pemerintah.

"Kalau sektornya maju sih, kenaikan sebesar itu tidak masalah. Tapi ini sektor lagi meredup, kami minta pemerintah mengerti, beri insentif misalnya pengurangan dari kenaikan itu, khusus di ritel," paparnya.

Saat ini, dia mengaku, pelaku usaha ritel belum mengusulkan kepada pemerintah besaran kenaikan upah yang sanggup dibayar pengusaha ritel. "Belum kami bicarakan dengan pemerintah," ujar Roy tanpa mau menyebut kenaikan ideal bagi pengusaha ritel.

Roy menceritakan kinerja industri ritel modern tercatat berada di bawah atau kurang menggairahkan dalam 2,5 tahun ini. Data terakhirnya menunjukkan, pertumbuhan industri ritel pada semester I-2017 sebesar 3,7 persen atau lebih rendah dibanding periode sama tahun lalu di kisaran 5-6 persen.

Dengan capaian tersebut, dia memperkirakan pertumbuhan industri ritel tahun ini hanya akan mencapai 7 persen atau turun dibanding tahun sebelumnya sebesar 9 persen. Kondisi ini berbeda dengan pertumbuhan di 2012-2013 yang menembus 14-15 persen.

"Ini menggambarkan ritel masih tumbuh tapi melambat. Dengan pertumbuhan 7 persen, kontribusi kita sekitar Rp 210 triliun ke Produk Domestik Bruto (PDB). Tahun lalu saja sekitar Rp 200 triliun," jelas Roy.

Roy menerangkan, faktor penyebab utama bisnis ritel modern kembang kempis selama 2,5 tahun lebih karena perubahan perilaku konsumen. Saat ini dengan perkembangan internet (Internet of Things/IoT) ataupun era digitalisasi, sambungnya, belanja tidak lagi menjadi kebutuhan pokok selain makan dan minum.

"Konsumen bertambah, tapi porsi belanjanya makin kecil. Dulu, orang belanja sampai stok untuk sebulan, tapi sekarang belanja secukupnya saja. Kalau kehabisan beras atau lainnya, tinggal diantar ojek online. Jadi segalanya dimudahkan membuat belanja itu bukan yang utama," paparnya. 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

UMP naik

Untuk diketahui, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menetapkan upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta 2018 sebesar Rp 3.648,035.

Penetapan tersebut diumumkan hari ini, Rabu, 1 November 2017. "Besar kenaikan UMP 8,71 persen, kita tetapkan 2018 Rp 3.648,035," kata Anies Baswedan di Balai Kota Jakarta.

Sebelumnya, saat pembahasan UMP di Dewan Pengupahan DKI, terdapat tiga usulan yang diserahkan kepada Anies. ‎

Sebelumnya, Kepala Dinas Tenaga Kerja DKI Jakarta Priyono mengatakan, Dewan Pengupahan DKI merekomendasikan tiga angka UMP 2018 kepada Gubernur.

Usulan UMP 2018 dari Serikat Pekerja sebesar Rp 3.917.398. Angka itu didapat dari kebutuhan hidup layak (KHL) dikali pertumbuhan ekonomi dan inflasi 8,71 persen.

"Ada juga usulan unsur pengusaha dan pemerintah sesuai dengan PP 78 tahun 2015 naik 8,71 persen menjadi Rp 3.648.035," ujar Priyono.

Dari unsur buruh, ucap Priyono, perubahan nilai terjadi karena kenaikan tiga hal, yakni listrik, sewa rumah, dan transportasi.

"(Survei) untuk mengakomodasi keinginan (buruh) karena bagaimanapun juga akan sebagai perbandingan," ujar dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya