Bonus Demografi Bakal Jadi Ancaman Buat RI?

Generasi produktif bukannya memberikan dampak positif bagi ekonomi Indonesia, tetapi sebaliknya bisa menjadi acaman.

oleh Septian Deny diperbarui 10 Nov 2017, 13:02 WIB
Diterbitkan 10 Nov 2017, 13:02 WIB
Hanif Dhakiri
Menaker: Industri Rokok Menjadi Tantangan Tersendiri Bagi Pemerintah

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri menyatakan, bonus demografi yang akan terjadi di Indonesia bisa saja menjadi ancaman. Hal ini jika generasi muda di dalam negeri menjadi pengangguran dan tidak mendapatkan kesempatan kerja.

Hanif mengatakan, ‎jika melihat dari hasil survei, saat ini komposisi generasi muda Indonesia berada sudah berada di atas 30 persen dari total jumah penduduk. Angka tersebut diperkirakan akan meningkat hingga dua kali lipat dalam 10 tahun mendatang.

"Ini anak muda umur 16 tahun sampai 38 tahun, sampai dengan 2030 jumlah mereka akan bisa lebih besar lagi, bisa mencapai 70 persen," ujar dia di kawasan Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Jumat (10/11/2017).

Jika bonus demografi ini tidak bisa terkelola dengan baik, dalam artian tidak terpenuhi kebutuhan lapangan kerja, maka para generasi produktif ini justru bisa menjadi bumerang bagi Indonesia.

Generasi ini bukannya memberikan dampak positif bagi ekonomi Indonesia, tetapi sebaliknya bisa menjadi acaman stabilitas dan keamanan di dalam negeri.

"Bahkan sebuah majalah di Jerman menuliskan bahwa kaum muda yang menganggur akan menjadi spesies paling berbahaya di dunia. Bayangkan anak muda jadi spesies paling berbahaya di dunia, mereka bisa berbuat apa saja," kata dia.

Oleh sebab itu, Hanif meminta pelaku usaha dan lembaga pelatihan untuk membantu melatih dan memberikan keterampilan bagi generasi muda ini melalui skema pemagangan. Dengan keterampilan yang cukup, anak-anak muda ini bisa bekerja di mana saja, baik di dalam maupun luar negeri.

"Pemagangan ini tujuannya bukan untuk memberikan pekerjaan, tetapi untuk memberikan keterampilan, untuk mendapatkan skill, untuk mendapatkan alih teknologi yang intinya ‎memperkuat self-defense capacity mereka sebagai individu. Karena di era persaingan ini alat pertahanannya adalah kompetensi," tandas dia.

 

Bakal sia-sia

Sebelumnya, Deputi III Staf Kepresidenan Denni Puspa Purbasari menjelaskan, bonus demografi yang dimiliki Indonesia akan sia-sia jika tidak memberikan dampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi.

Namun, pertumbuhan ekonomi juga harus dibarengi dengan pertumbuhan sektor lapangan kerja. "Jadi modal ekonomi itu bukan hanya uang, tapi modal manusia itu lebih penting," ucap dia.

Menurut dia, pertumbuhan lapangan kerja juga tidak selalu berkaitan dengan pertumbuhan teknologi. Misal, kata Denni, banyak sektor industri yang menggunakan mesin untuk produksi. Namun, bukan berarti hal itu mengurangi jatah manusia sebagai sumber produktivitas.

"Perusahaan yang pakai mesin, tetap butuh manusia untuk jadi operator. Ada marketing ada kebutuhan manusia juga. Misal sektor kerajinan tangan, kan tidak bisa pakai mesin. Makanya karakter industri itu berbeda-beda," ujar dia.

Selain itu, Denni juga menegaskan untuk mengukur kesejahteraan sebuah bangsa tidak cukup hanya dari indikator pendapatan per kapita semata. Tingkat pendapatan tersebut harus termanifestasi menjadi daya beli.

Daya beli yang dimaksud adalah bukan persoalan konsumsi barang komplementer, seperti tas, sepatu atau barang konsumtif lainnya, melainkan daya beli seperti transportasi, kesehatan, pariwisata, dan faktor penunjang lainnya.

 

Langkah pemerintah

Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri menyatakan menghadapi berbagai tantangan tersebut pemerintah terus bekerja keras meningkatkan kualitas lapangan pekerjaan.

“Selain meningkatkan kuantitas lapangan kerja, pekerjaan rumah terbesar saat ini adalah meningkatkan kualitas kerja,” kata dia.

Dalam menghadapi bonus demografi pada 2020 nanti, lanjut Menaker, pemerintahan Presiden Joko Widodo menargetkan 2 juta lapangan kerja baru per tahun atau 10 juta lapangan kerja pada periode pemerintahan 2019.

Tiap tahun, target tersebut sudah terlampaui. Karena itu, fokus berikutnya adalah meningkatkan kualitas pekerjaan. Hal ini disebabkan 60 persen kompetensi tenaga kerja nasional adalah lulusan SD-SMP. Kompetensi tenaga kerja yang hanya lulusan SD-SMP berkonsekuensi tenaga kerja lebih banyak terserap di industri padat karya.

Untuk meningkatkan kualitas kerja, pemerintah berupaya meningkatkan kompetensi atau skill pekerja. Hal ini dilakukan diantaranya dengan meningkatkan pelatihan vokasi di Balai Latihan Kerja (BLK), baik di BLK pemerintah maupun swasta, maupun melalui program pemagangan kerja.

Selain menciptakan lapangan kerja, pemerintah juga mendorong munculnya wirausahawan baru, dengan cara memberikan program pelatihan kewirausahaan dan pemberian bantuan sarana.

Menteri Hanif juga mengingatkan bahwa peningkatan kompetensi pekerja dan menciptakan wirausaha baru bukan semata tugas pemerintah sendiri. Seluruh potensi masyarakat yang ada, diajak berperan aktif. "Karena bonus demografi, jika tidak dihadapi secara bersama-sama, maka bisa menjadi bencana demografi,” ujar Menaker.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya